SELAMAT DATANG DI BLOG ABDUL HALIM SOLKAN

Semoga segala yang penulis atau blogger tampilkan dapat bermanfaat!

Thursday 28 January 2016

Pesantren dan Cita-Cita Bangsa yang Jaya

Oleh : Abdul Halim[2]


Sebelum hadirnya agama-agama besar seperti Budha, Hindu, Islam atau sejak Zaman Kapitayan, Pesantren sudah hadir dan menjadi bagian dari khazanah peradaban Nusantara. Misi dan risalah Pesantren untuk memberikan muatan nilai spiritual dan moral pada setiap perilaku masyarakat sehari-hari, baik dalam kegiatan sosial, ekonomi maupun kenegaraan tidak pernah berubah, meski terjadi pertemuan dengan agama-agama besar tersebut yang mengharuskan pesantren alami bperubahan bentuk dan isi sesuai karakter tiap agama.

Pada masa Walisongo, Pesantren yang semula bernuansa Hindu-Budha mulai mendapatkan nuansa Islam. Hal ini sejalan dengan mulai tersebarnya agama baru ini. Diwilayah pesantren lah agama diajarkan dengan secara mendalam serta luas bagi masyarakat. Berbagai kitab diajarkan di pesantren saat ini, baik kurikulum, kitab dan metodenya semua bersala dari generasi para wali dan kiai sesudahnya. Hal itulah yang turu menyumbang atas dinamika dan perkembangan Islam Nusantara di Bumi Pertiwi ini,.
Namun tahun 1900 para kolonial datang dan memperkenalkan pendidikan sekolah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu keduniaan dengan dasar rasional semata, mulailah terjadi dualism pendidikan Nusantara. Pendidikan yang semula terpadu mulai dipisah anatara ilmu agam dan ilmu pengetahuan umum. Hal itu terjadi karena pendidikan Barat hanya mengenal ilmu umum dan tidak kenal ilmu agama, sementara pesantren saat itu mengintegrasikan keduanya.
Hal ini menjadikan sekolah sebagai pendidikan tunggal dan menggeser posisi pesantren. Terlebih ketika politik diarahkan ke paradigm barat, sehingga belajar hukum dan politik harus ke sekolah barat bukan lagi dipesantren sebagaimana sultan sebelumnya.
Ditengah stereotipe yang digencarkan oleh Kolonial tentang paradigm barat, Pesantren tetap mampu melahirkan tokoh besar yang tak terkalahkan. Serta kiranya kita juga meyakini bahwa kemerdekaan bangsa ini juga tidak terlepas atas peran para santri atau kiai yang menjalani pendidikan di Pesantren. Karena itu kita perlu penegasan dan penguatan bahwa Pesantren merupakan budaya asli nusantara serta terus menerus melakukan pengembangan nilai kenusantaraan lestasi hinga sekarang.
Nilai Khas Pesantren yang Istiqomah
Pesantren mengembangkan sistem pendidikan tradisional yang sangat mengutamakan kedalaman disertai pengalaman, di bawah bimbingan para kiai setiap hari dan istiqomah, sehingga keseriusan dan kedalamannya benar-benar terjaga. Dalam sistem itulah lahir banyak ulama, ketika para ulama senior mampu membimbing para santrinya dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Sistem itu yang mengakibatkan terjadinya hubungan yang erat antara kiai santri dan antar sesama kiai.
Namun dalam perkembangannya, Pesantren mengalami transformasi, Transformasi itu tidak secara radikal mengubah dan menghapus sistem dan struktur pendidikan yang telah menjadi dinamika pesantren, namun lebih menekankan pada pemeliharaan cara lama yang masih relevan dan pengembangan sesuai dengan cara baru yang lebih baik. Sehingga lambat laun visi kepesantrenan terhadap pengetahuan menjadi semakin baik. Disamping itu, pendidikan pesantren tidak lagi berorientasi pada pengetahuan keagamaaan semata, melainkan lebih luas lagi pada bidang-bidang pengetahuan umum.
Maka, secara posisional dan fungsional pesantren adalah lembaga pendidikan yang partisipatif menopang dan sebagai sarana bagi pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan. Kenyataan ini dapat dilihat dari modal dasar didirikannya. Di antaranya adalah sebagai lembaga pendidikan dan sistem pendidikan yang digunakan pesantren menunjukkan sifat yang khas.


Cita-cita Reformasi dan Konsistensi Pesantren
Dewasa ini, negeri ini mengalami anomali (ketidak beresan) yang akhirnya membuka pada penemuan baru atau teori baru. Terlebih peralihan orde baru ke reformasi dan saat ini reformasi telah berjalan hamper ke 17 Tahun. Lantas apakah bangsa ini benar-benar sudah mencapai cita-cita reformasi?
Cita-cita reformasi adalah menjadikan Indonesia bangsa aman, mandiri, sejahtera, dan tidak korupsi belum tercapai. Pada bidang politik belum mampu melahirkan pemerintahan yang efektif. Bahkan demokrasi Indonesia sejak 2004 hingga saat ini mengarah liberal, transaksional serta menimbulkan biaya politik besar yang memicu korupsi.Kita terjebak pada oligarki partai yang membuat pemerintah tidak bisa bekerja efektif serta belum mampu membenahi birokrasi pemerintah.
Disisi lain, kita juga mengahadapi berbagai tantangan-tantangan lain, tantangan lain tersebut adalah meningkatkan keamanan dan kemandirian ekonomi dengan cara menumpas mafia penyedia kebutuhan pokok, di antaranya mafia migas, beras, gula, kedelai, dan ikan untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia.
Lagu Mars di organisasi kebanggan kita PMII menyebutkan seperti ini :
‘Bangsa yang jaya islam yang benar
Bangun tersentak dari bumiku subur
Denganmu PMII pergerakanku
Ilmu dan bakti kuberikan
Adil dan makmur kuperjuangkan’

Sebagaimana semangat kita saat ini, mari kita majukan bangsa melalui pembangunan kader dan generasi lewat pendidikan dan penguatan intelektual pesantren. Paradigma pendidikan pesantren harus kita jaga serta didesain agar siap serta mampu melahirkan figure-fgur yang berkompeten disemua bidang dinegeri ini demi kemaslahatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Mari kita hindari homogenitas disiplin ilmu calon kader, namun kita perluas jangkauan kader kita agar keilmuannya heterogen.
Karena riil, PMII harus mampu mendeskripsikan lagi perjalanan organisasinya untuk dapat meningkatkan keunggulan komparatif sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya sekaligus eksis di tengah-tengah gerakan-gerakan sosial masyarakat yang sangat akseleratif. Kita sebagai kader ummat (ke-Islam-an) dan kader bangsa (ke-Indonesia-an) secara moril punya tanggung jawab besar yang telah diamanahkan oleh the founding father PMII. PMII bukanlah organisasi massa yang harus bertarung dipanggung publik dan politik, namun PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang bersifat perjuangan, yang bergerak dalam koridor satu tujuan yaitu 'Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.'
Akhir kata, penulis mengajak kita semua merenungkan kembali apa saja yang dapat kita perbuat untuk memberikan perubahan yang berarti bagi bangsa ini. Dengan kedudukan kita sebagai seorang mahasiswa—seorang agent of change—yang mampu memberikan perubahan, tentu sangat banyak kontribusi yang dapat kita berikan kepada bangsa ini. Tidak bosan-bosannya, saya mengutip sebuah kalimat dari perkataan yang terkenal dari Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno: “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia!”. Sebuah kalimat yang mengingatkan kita betapa besarnya pengaruh pemuda dalam sebuah pergerakan bangsa.





[1] Ditulis sebagai salah satu syarat menjadi peserta Pelatihan Kader Lanjut (PKL) Oleh Pegurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Semarang
[2] Kader dari Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UIN Walisongo Semarang, Pernah menjadi Koord. Pengkaderan PR PMII Fak Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang (Sekarang Rayon Abdurrahman Wahid FITK UIN Walisongo Semarang), kemudian juga anggota staff Dept Pengkaderan di PK PMII UIN Walisongo Semarang

No comments:

Post a Comment