1. Setelah Belajar Pengantar Studi Islam
dari awal sampai akhir, apa yang anda pahami tentang pengantar studi Islam?
Jelaskan sisi perbedaan Pemahaman Awal perkuliahan tentang PSI dengan akhir
Perkuliahan PSI! Dan apa tujuan dari belajar PSI dalam membentuk pemahaman
Islam Holistik, Islam Universal dan Islam Inklusif? Buatkan Jawaban dalam
bentuk Peta Konsep!
Jawab :
-
Pengantar Studi Islam adalah Sebuah
prawacana atau mata kuliah yang dalam pembelajarannya adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk
mrngetahui memahami dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan
dengan agama islam baik yang menyangkut sumber-sumber ajaran islam ,pokok-pokok
ajaran islam,sejarah islam, maupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan.
-
Pemahaman Awal Perkuliahan saya tentang
PSI adalah sebuah wacana ke Islaman yang lebih menitik tekankan persoalan
Aqidah dan aliran-aliran dalam Islam serta pemikirannya, namun setelah
mengikuti mata kuliah ini ternyata abanyak hala yang kita pelajari dan pahami
dalm mata kuliah ini.
-
Tujuan belajar PSI adalah membentuk
Pemahaman Islam yang Holistik, Islam Universal dan Islam Inklusif. Islam
Holistik adalah Islam yang mengedepankan sebuah ahal pada yang bijak dan suci,
dalam pengertian lain adalah Islam Komperehensif, kita terbuka dan melihat
segala sesuatunya dari berbagai sudut pandang. Islam Universal adalah konsep beragama yang universal dalam
konteks ke-Indonesiaan yang khas, yang menampilkan wajah dinamis agama dalam
konsep akulturasi budaya dan peradaban antara jazirah Arab sebagai basis
wilayah dimana agama Islam diturunkan dan Indonesia (Nusantara) sebagai wilayah
yang menjadi subjek dinamisasi agama Islam. Islam Inklusif merupakan sebuah pandangan yang mengajarkan tentang sikap
terbuka dalam beragama, khususnya dalam menjalin hubungan dengan selain Islam
(Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu). Sikap terbuka akan berdampak pada relasi sosial yang bersifat sehat dan
harmonis antar sesama warga masyarakat. Konsep Islam
Inklusif ini juga mencoba meminimalisir atau bahkan menghilangkan tindak
anarkisme antar agama, kita sering mendengar dan melihat berita di media cetak
atau media elektronik tentang pembakaran tempat ibadah yang dilakukan oleh
salah satu penganut agama tertentu, dikarenakan kurangnya komunikasi antara
penganut agama yang berbeda tersebut.
2. Dinamika studi Islam selalu mengalami
perkembangan dan adapula degradasi. Jelaskan perkembangan studi Islam di Timur
dalam aspek Pendidikan dan Peradaban dari mulai zaman klasik hingga modern!
Jawab :
Menurut Harun
Nasution dan Nourozaman Shidiqi,:
1.
Periode klasik (650-1250M)
2.
Periode pertengahan (1250-1800M)
3.
periode modern (1800-sekarang)
·
Studi Islam Periode Klasik
Dimulai ketika nabi dan para pengikutnya mendapat tekangan dari kalangan
qurais dan kalangan quraisy, kemudian nabi hjrah ke Madina setelah itu islam
berencana menalukan makkah. Pada masa umayyah, islam hanya fokus pada perluasan wilayah. Kemudian umayyah
diberontak oleh bani Abbasiyah yang kemudian menjadi pemegang kekuasaan islam.
Raja-raja
dinasti yang berperan diantaranya :
1.
Harun Ar-Rosrid (785-890), mendirikan rumah sakit,
pend kedokteran, sekolah farmasi dan pemandian umum.
2.
Al Makmun (813-833), menerjemahkan buku-buku yunani
kedalam bahasa Arab, mendirikan Bait Al-Hikmah (pusat penerjemahan dan
akademi). Umat islam
menguasai berbagai ilmu pengetahuan diantaranya :
1.
Al-Fazari (penyusun Astrolabe)
2.
Al-Farani (astronomi)
3.
Ali Hasan Al-Haitsam (teori cahaya)
4.
Jayyir Al Hayyan (kimia)
5.
Abu Raihan Muhammad Al Baituni (fisika teori
perputaran bumi)
6.
Ar Rozi (penyusun buku caacar dan campak)
7.
Ibnu Sina (penyusun kitab Al Qonun Al Thib), dan masih
banyak lagi….
·
Studi Islam Periode Pertengahan
1. Zaman kemunduran (1250-1500), diawali
dg kehancuran Baghdad oleh hulaghukhan
2. Zaman tiga kerajaan besar
(1500-1800),
a) Kerajaan utsmani di turki (1290-1294)
b) Kerajaan
syafawi di Persia (1501-1736)
c) Kerajaan
mughal di India (1526-1858)
·
Studi Islam Periode Modern
Disebut sebagai zaman kebangkitan, adanya ekspedisi Napoleon di Mesir yang
tidak hanya datang untuk kepentingan militer tetapi juga untuk kepentingan
ilmiah. Napoleon membentuk lembaga ilmiah yang disebut institute d’
Fgypte yang mempunyai 4 kajian ilmu, yaitu : ilmu pasti, alam,
ekonomi, politik, sastra dan seni. Ia juga menerbitkan majalah ilmiah
bernama Le Courier d’Egipte. Karena kemajuan ilmiah, timbul
berbagai kegiatan pembaharu didunia timur.
Ø Pertumbuhan Studi Islam di Timur
Kemajuan studi islam tidak dapat dipisahkan dari tradisi intelektual
peradapan-peradapan tertentu yang lebih maju sebelum dan menjelang munculnya
islam. selama periode Abbasiyah sekolah-sekolah mulai didirikan dan mulai
bergeser ke matakuliah yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu social.
Pengaruh Al-Gozali (1085-1111M) disebut sebagai pemisah ilmu agama dengan ilmu
umum.
Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam :
1. Niasyapur
2. Baghdad
3. Al-Azhar di Kairo Mesir.
4. Perguruan tinggi Cordova
5. Perguruan tinggi Kairwan
Akhir periode madinah sampai dengan 4 H,
fase pertama pendidikan islam masih di masjid-masjid dan
rumah-rumah, dengan ciri hafalan. Namun sudah diperkenalkan logika
matematika, ilmu alam, kedokteran, kimia, musik, sejarah dan geografi. Selama
abad ke-5 H, selama periode Khalifah Abbasyiah, sekolah-sekolah didirikan di
kota-kota dan mulai menempati gedung-gedung besar, bukan lagi masjid, dan mulai
yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu sosial.
Berdirinya sistem madrasah adalah di
abad 5 H/akhir abad 11 M, justru menjadi titik balik kejayaan. Sebab
madrasah dibiayai dan diprakarsai negara. Kemudian madrasah menjadi alat
penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin terutama oleh Kerajaan Fatimah di Kairo. Sebelumnya di sekolah ini diajarkan kimia, kedokteran, filsafat, diganti
hanya mempelajari tafsir, kalam fiqih dan bahasa. Matematika hilang
dari kurikulum Al-Azhar tahun 1748 M. Memang pada masa kekhalifahan Abbasyiah
Al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M), sebelum hancurnya aliran Mu’tazilah, ilmu-ilmu umum yang bertitik tolak
dari nalar dan kajian-kajian empiris dipelajari di madrasah.
Pengaruh Al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai
awal pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum. Ada beberapa kota yang menjadi
pusat kajian islam di zamannya, yaitu Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus
dan Jerussalem. Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia muslim, yaitu (1)
Nizhamiyah di Baghdad (2) Al-Azhar di Kairo Mesir (3) Cordova (bagian barat)
dan (4) Kairwan Amir Nizam Al-Muluk di Maroko.
3. Pemahaman Islam dapat dilihat dari
perspektif normatif dan historis. Apa yang dimaksudkan dengan Islam Normatif
dan Islam Historis? Jelaskan! Dan bagaimana bentuk pemahaman Islam Normatif dan
Islam Historis? Buatkan dalam bentuk bagan!
Jawab :
Islam normatif adalah islam pada
dimensi sakral yang diakui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak
dan universal, melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas
ke-Tuhan-an. Islam
historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan
manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai dengan konteks
kehidupan pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan selalu berada dibawah
realitas ke-Tuhan-an. Pada
umumnya normativitas ajaran wahyu dibangun, diramu, dibakukan dan ditelaah
lewat berbagai suatu pendekatan doktrinal teologis. Sedangkan historisitas
keberagaman manusia ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan sosial-keagamaan
yang bersifat multi dan interdisipliner, baik lewat pendekatan historis,
filosofis, psikologis, sosiologis, kultural maupun antropologis.
a. Pendekatan Normatif
Sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek
normatif dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah.
Dalam pandangan islam normatif kemurnian islam dipandang secara tekstual
berdasarkan Alqur’an dan Hadits selain itu dinyatakan bid’ah.
Kajian islam normative Melahirkan tradisi teks :
tafsir, teologi, fiqh, tasawuf, filsafat.
• Tafsir: tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab
suci
• Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan
ketuhanan
• Fiqh : tradisi pemikiran dalam bidang
yurisprudensi (tata hukum)
• Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam
pendekatan diri pada Tuhan
• Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang
hakikat kenyataan, kebenaran dan kebaikan
b. Pendekatan Historis
Dalam pemahaman kajian islam historis, tidak ada
konsep atau hukum islam yang bersifat tetap semua bisa berubah. Kaum historis
memiliki pemahaman tentang hukum islam yang mana hukum islam itu adalah produk
dari pemikiran ulama yang muncul karena konstruk social tertentu. Dalam kajian
islam historis ditekankan aspek relitivitas pemahaman keagamaan. Pemahaman
manusia terhadap ajaran agamanya adalah bersifat relatif dan terkait dengan
konteks budaya social tertentu.
Kajian islam historis melahirkan tradisi atau
disiplin studi empiris: antropologi agama, sosiologi agama, psikologi agama dan
sebagainya.
• Antropologi agama: disiplin yang mempelajari
tingkah laku manusia beragama dalam hubungannya dengan kebudayaan
• Sosiologi agama: disiplin yang mempelajari
sistem relasi sosial masyarakat dalam hubungannya dengan agama
• Psikologi agama: disiplin yang mempelajari
aspek-aspek kejiwaan manusia dalam hubungannya dengan agama.
c. Hubungan antara islam Normatif dan Historis
Hubungan antara keduanya dapat membentuk hubungan
dialektis dan ketegangan. Hubungan Dialektis terjadi jika ada dialog
bolak-balik yang saling menerangi antara teks dan konteks. sebaliknya akan
terjadi hubungan ketegangan jika salah satu menganggap yang lain sebagai ancaman
Menentukan bentuk hubungan yang pas antara
keduanya adalah merupakan separuh jalan untuk mengurangi ketegangan antara
kedua corak pendekatan tersebut. Ketegangan bisa terjadi, jika masing-masing
pendekatan saling menegaskan eksistensi dan menghilangkan manfaat nilai yang
melakat pada pendekatan keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing tradisi
keilmuan.
4.
Nalar Bayani, burhani, dan irfani dapat
dijadikan mainstream berpikir bagi penggemar studi agama. Jelaskan apa yang
dimaksud dengan nalar bayani, burhani, dan irfani!
Jawab :
Bayani adalah metode pemikiran
yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung,
secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung
mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami
teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meski
demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan
maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks. Epistimologi bayani adalah pendekatan dengan cara
menganilis teks. Maka sumber epistemologi bayani adalah teks. Sumber teks dalam
studi Islam dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : teks nash (al-Qur`an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW) dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun
corak berpikir yang diterapkan dalam ilmu ini cenderung deduktif, yakni mencari
(apa) isi dari teks (analisis content).
Nalar Burhani sama sekali
tidak mendasarkan diri pada teks tetapi menyandarkan diri pada kekuatan rasio,
akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Dengan demikian, sumber
pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio inilah yang memberikan
penilaian dan keputusan terhadap informasi yang masuk lewat indera. Burhan adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera,
percobaan dan hukum -hukum logika. Maksudnya bahwa untuk mengukur atau benarnya
sesuatu adalah berdasarkan komponen kemampuan alamiah manusia berupa pengalaman
dan akal tanpa teks wahyu suci, yang memuncukan peripatik. Maka sumber
pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris yang berkaitan
dengan alam, social, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil
penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di labolatorium maupun di
alam nyata, baik yang bersifat alam maupun social. Corak model berpikir yang
digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil penelitian
empiris.
Irfani merupakan bahasa Arab yang memiliki dua makna asli,
yaitu sesuatu yang berurutan yang sambung satu sama lain dan bermakna diam dan
tenang. Namun secara harfiyah al-‘irfan adalah mengetahui sesuatu dengan
berfikir dan mengkaji secara dalam. Dengan demikian al-‘irfan lebih khusus dari
pada al-‘ilm. Secara termenologi, irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan
yang diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hambanya (al-kasyf)
setelah melalui riyadah. Implikasi dari pengetahuan ‘irfani dalam konteks
pemikiran keislaman, adalah menghampiri agama-agama pada tataran substantif dan
esensi spiritualitasnya, dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan
adanya pengalaman keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda aksidensi
dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama. Dalam
filsafat, irfani lebih dikenal dengan istilah intuisi.
Perbandingan ketiga
epistemologi ini adalah bahwa bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogi
furû` kepada yang asal; irfani menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan
ruhani pada Tuhan, burhani menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip
logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya.
5.
Aksi terorisme di Indonesia selalu
dikesankan sebagai bentuk “pemberontak negara” oleh kelompok radikal Islam yang
dianggap salah memaknai jihad. Perilaku “Jihad” yang dilakukan dianggap sebagai
perlakuan “jahat”. Bagaimana anda melihat dan menilai fenomena aksi terorisme
di Indonesia? Apakah hal demikian dapat dikatakan sebagai Jihad? Mengapa
kelompok Islam itu berani melakukan aksi demikian?
Jawab :
Salah satu
kajian yang amat menarik memasuki abad ke-21 adalah bagaimana menjelaskan aksi
radikalisme dan terorisme di Indonesia. Tuduhan terorisme yang dialamatkan
kepada Islam, bagi sebagian kalangan sesungguhnya muncul sebagai akibat dari
perilaku sebagian umat Islam. Di samping itu, kesalahpamahan umat Islam sendiri
yang cenderung literalistik dalam memahami teks-teks keagamaan (al-Qur’an dan
al-Hadis) telah menambah faktor menguatnya isu terorisme. Hal ini diperparah
lagi dengan sikap dan ekspresi keagamaan “sebagian” umat Islam yang cenderung
eksklusif dan seringkali menjustifikasi pemahaman keislaman-nyalah yang
dianggap paling benar. Anasir-anasir itulah yang telah menebar, tidak hanya
pertarungan antar ideologi keagamaan tetapi juga membuka secara lebar wacana
terorisme di belahan dunia. Terutama dalam konteks global, pasca tumbangnya WTC
di USA pada tahun 2001, terorisme yang mendapat dukungan dari gerakan
radikalisme dan fundamentalisme agama kerap menjadi obyek dari tuduhan pelaku
pengeboman. Tentu saja fenomena tersebut di satu sisi semakin memperkuat
kecurigaan Barat terhadap dunia Islam, di sisi lain dapat dibantah banyak
kalangan terutama internal Islam sendiri yang mengatakan bahwa tidak semua aksi
teroris itu mewakili umat Islam. Aksi teror di Indonesia sepanjang satu
dasawarsa ini dapat telah terjadi pda tragedi JW Marriot bombing, Bali bombing
I, Kuningan bombing, Bali bombing II, dan terakhir di hotel Ritz-Carlton
Jakarta. Aksi teror ini tidak ubahnya merupakan opera dan orkestra vulgar dari
sebuah proyek dehumanisasi global, total, syumul dan kaffah.
Mereka berani melakukan tindakan demikian karena Kelompok
Islam radikal umumnya tidak memahami Islam secara utuh dan benar. Islam
dipahami hanya secara sepotong-sepotong. Ciri khas kelompok radikal adalah
menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya. Menurut mereka, teks
harus dipahami sebagaimana adanya. Sebab, nalar manusia dinilai tidak akan
mampu memberikan interpretasi yang tepat terhadap teks. Pola keberagamaan yang
dikembangkan oleh mereka itu, meminjam bahasa Khaled Abou El Fadl (2003: 31),
melalui pola pembacaan teks suci yang keluar dari konteks sejarah dan konteks
moral. Teks suci lebih didekati atau dibaca secara literalistik, rigid, statis,
dan tertutup. Akibatnya, mereka cenderung memberi legitimasi terhadap
tindakan-tindakan destruktif tersebut, kendati tindakan itu tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara moral.Tidak jarang para pelaku teror
tersebut melakukan semua itu untuk memenuhi tuntutan teologi yang mereka
pahami. Islam seakan mengajarkan kepada para pengikutnya yang setia dan fanatik
untuk melakukan tindakan-tindakan teror itu sebagai wujud dari keimanan.
Doktrin teologi mereka bahkan mengklaim kebenaran bahwa Tuhan telah menyuruhnya
untuk melakukan apa saja yang mungkin demi membela agama-Nya. Hal inilah yang
membawa kita untuk terus berujar, jika mereka melakukan itu semua dengan atas
nama membela Tuhan dan mengaplikasikan pesan Sang Rasul, maka hal ini merupakan
penghinaan, pengkoyakan, pencabikan dan pendistorsian terhadap nilai suci teks
agama.
boleh minta footnote gak?
ReplyDeleteboleh minta footnote?
ReplyDelete