SELAMAT DATANG DI BLOG ABDUL HALIM SOLKAN

Semoga segala yang penulis atau blogger tampilkan dapat bermanfaat!

Thursday 11 July 2013

UJIAN AKHIR SEMSTER (UAS) : PENGANTAR STUDI ISLAM (PSI)

  1. Setelah Belajar Pengantar Studi Islam dari awal sampai akhir, apa yang anda pahami tentang pengantar studi Islam? Jelaskan sisi perbedaan Pemahaman Awal perkuliahan tentang PSI dengan akhir Perkuliahan PSI! Dan apa tujuan dari belajar PSI dalam membentuk pemahaman Islam Holistik, Islam Universal dan Islam Inklusif? Buatkan Jawaban dalam bentuk Peta Konsep!
Jawab :
-          Pengantar Studi Islam adalah Sebuah prawacana atau mata kuliah yang dalam pembelajarannya adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk mrngetahui memahami dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama islam baik yang menyangkut sumber-sumber ajaran islam ,pokok-pokok ajaran islam,sejarah islam, maupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan.
-          Pemahaman Awal Perkuliahan saya tentang PSI adalah sebuah wacana ke Islaman yang lebih menitik tekankan persoalan Aqidah dan aliran-aliran dalam Islam serta pemikirannya, namun setelah mengikuti mata kuliah ini ternyata abanyak hala yang kita pelajari dan pahami dalm mata kuliah ini.
-          Tujuan belajar PSI adalah membentuk Pemahaman Islam yang Holistik, Islam Universal dan Islam Inklusif. Islam Holistik adalah Islam yang mengedepankan sebuah ahal pada yang bijak dan suci, dalam pengertian lain adalah Islam Komperehensif, kita terbuka dan melihat segala sesuatunya dari berbagai sudut pandang. Islam Universal adalah konsep beragama yang universal dalam konteks ke-Indonesiaan yang khas, yang menampilkan wajah dinamis agama dalam konsep  akulturasi budaya dan peradaban antara jazirah Arab sebagai basis wilayah dimana agama Islam diturunkan dan Indonesia (Nusantara) sebagai wilayah yang menjadi subjek dinamisasi agama Islam. Islam Inklusif merupakan sebuah pandangan yang mengajarkan tentang sikap terbuka dalam beragama, khususnya dalam menjalin hubungan dengan selain Islam (Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu). Sikap terbuka akan berdampak pada relasi sosial yang bersifat sehat dan harmonis antar sesama warga masyarakat. Konsep Islam Inklusif ini juga mencoba meminimalisir atau bahkan menghilangkan tindak anarkisme antar agama, kita sering mendengar dan melihat berita di media cetak atau media elektronik tentang pembakaran tempat ibadah yang dilakukan oleh salah satu penganut agama tertentu, dikarenakan kurangnya komunikasi antara penganut agama yang berbeda tersebut.
2. Dinamika studi Islam selalu mengalami perkembangan dan adapula degradasi. Jelaskan perkembangan studi Islam di Timur dalam aspek Pendidikan dan Peradaban dari mulai zaman klasik hingga modern!
Jawab :
Menurut Harun Nasution dan Nourozaman Shidiqi,:
1.    Periode klasik (650-1250M)
2.    Periode pertengahan (1250-1800M)
3.    periode modern (1800-sekarang)

·       Studi Islam Periode Klasik
            Dimulai ketika nabi dan  para pengikutnya mendapat tekangan dari kalangan qurais dan kalangan quraisy, kemudian nabi hjrah ke Madina setelah itu islam berencana menalukan makkah. Pada masa umayyah, islam hanya fokus pada perluasan wilayah. Kemudian umayyah diberontak oleh bani Abbasiyah yang kemudian menjadi pemegang kekuasaan islam.
Raja-raja dinasti yang berperan diantaranya :
1.    Harun Ar-Rosrid (785-890), mendirikan rumah sakit, pend kedokteran, sekolah farmasi dan pemandian umum.
2.    Al Makmun (813-833), menerjemahkan buku-buku yunani kedalam bahasa Arab,  mendirikan Bait Al-Hikmah (pusat penerjemahan dan akademi). Umat islam menguasai berbagai ilmu pengetahuan diantaranya :
1.    Al-Fazari (penyusun Astrolabe)
2.    Al-Farani (astronomi)
3.    Ali Hasan Al-Haitsam (teori cahaya)
4.    Jayyir Al Hayyan (kimia)
5.    Abu Raihan Muhammad Al Baituni (fisika teori perputaran bumi)
6.    Ar Rozi (penyusun buku caacar dan campak)
7.    Ibnu Sina (penyusun kitab Al Qonun Al Thib), dan masih banyak lagi….

·       Studi Islam Periode Pertengahan
1.      Zaman kemunduran (1250-1500), diawali dg kehancuran Baghdad oleh hulaghukhan
2.      Zaman tiga kerajaan besar (1500-1800),
a)      Kerajaan utsmani di turki (1290-1294)
b)      Kerajaan syafawi di Persia (1501-1736)
c)      Kerajaan mughal di India (1526-1858)

·       Studi Islam Periode Modern
Disebut sebagai zaman kebangkitan, adanya ekspedisi Napoleon di Mesir yang tidak hanya datang untuk kepentingan militer tetapi juga untuk kepentingan ilmiah. Napoleon membentuk lembaga ilmiah yang disebut institute d’ Fgypte yang mempunyai 4 kajian ilmu, yaitu : ilmu pasti, alam, ekonomi, politik, sastra dan seni. Ia juga menerbitkan majalah  ilmiah bernama Le Courier d’Egipte. Karena kemajuan ilmiah, timbul berbagai kegiatan pembaharu didunia timur.
Ø  Pertumbuhan Studi Islam di Timur
Kemajuan studi islam tidak dapat dipisahkan dari tradisi intelektual peradapan-peradapan tertentu yang lebih maju sebelum dan menjelang munculnya islam. selama periode Abbasiyah sekolah-sekolah mulai didirikan dan mulai bergeser ke matakuliah yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu social. Pengaruh Al-Gozali (1085-1111M) disebut sebagai pemisah ilmu agama dengan ilmu umum.
Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam :
1.      Niasyapur
2.      Baghdad
3.      Al-Azhar di Kairo Mesir.
4.      Perguruan tinggi Cordova
5.      Perguruan tinggi Kairwan
Akhir periode madinah sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan islam masih di masjid-masjid  dan rumah-rumah, dengan ciri hafalan. Namun sudah diperkenalkan logika matematika, ilmu alam, kedokteran, kimia, musik, sejarah dan geografi. Selama abad ke-5 H, selama periode Khalifah Abbasyiah, sekolah-sekolah didirikan di kota-kota dan mulai menempati gedung-gedung besar, bukan lagi masjid, dan mulai yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu sosial.
Berdirinya sistem madrasah adalah di abad 5 H/akhir abad 11 M, justru menjadi titik balik kejayaan. Sebab madrasah dibiayai dan diprakarsai negara. Kemudian madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin terutama oleh Kerajaan Fatimah di Kairo. Sebelumnya di sekolah ini diajarkan kimia, kedokteran, filsafat, diganti hanya mempelajari tafsir, kalam fiqih dan bahasa. Matematika hilang dari kurikulum Al-Azhar tahun 1748 M. Memang pada masa kekhalifahan Abbasyiah Al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M), sebelum hancurnya aliran Mu’tazilah, ilmu-ilmu umum yang bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris dipelajari di madrasah.
Pengaruh Al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai awal pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum. Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam di zamannya, yaitu Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus dan Jerussalem. Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia muslim, yaitu (1) Nizhamiyah di Baghdad (2) Al-Azhar di Kairo Mesir (3) Cordova (bagian barat) dan (4) Kairwan Amir Nizam Al-Muluk di Maroko.

3.  Pemahaman Islam dapat dilihat dari perspektif normatif dan historis. Apa yang dimaksudkan dengan Islam Normatif dan Islam Historis? Jelaskan! Dan bagaimana bentuk pemahaman Islam Normatif dan Islam Historis? Buatkan dalam bentuk bagan!
Jawab :
Islam normatif adalah islam pada dimensi sakral yang diakui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an. Islam historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai dengan konteks kehidupan pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan selalu berada dibawah realitas ke-Tuhan-an. Pada umumnya normativitas ajaran wahyu dibangun, diramu, dibakukan dan ditelaah lewat berbagai suatu pendekatan doktrinal teologis. Sedangkan historisitas keberagaman manusia ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan sosial-keagamaan yang bersifat multi dan interdisipliner, baik lewat pendekatan historis, filosofis, psikologis, sosiologis, kultural maupun antropologis.
a. Pendekatan Normatif
Sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek normatif dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah. Dalam pandangan islam normatif kemurnian islam dipandang secara tekstual berdasarkan Alqur’an dan Hadits selain itu dinyatakan bid’ah.
Kajian islam normative Melahirkan tradisi teks : tafsir, teologi, fiqh, tasawuf, filsafat. 
• Tafsir: tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci 
• Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan 
• Fiqh : tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)
• Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan 
• Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan kebaikan 
b. Pendekatan Historis
Dalam pemahaman kajian islam historis, tidak ada konsep atau hukum islam yang bersifat tetap semua bisa berubah. Kaum historis memiliki pemahaman tentang hukum islam yang mana hukum islam itu adalah produk dari pemikiran ulama yang muncul karena konstruk social tertentu. Dalam kajian islam historis ditekankan aspek relitivitas pemahaman keagamaan. Pemahaman manusia terhadap ajaran agamanya adalah bersifat relatif dan terkait dengan konteks budaya social tertentu.
Kajian islam historis melahirkan tradisi atau disiplin studi empiris: antropologi agama, sosiologi agama, psikologi agama dan sebagainya. 
• Antropologi agama: disiplin yang mempelajari tingkah laku manusia beragama dalam hubungannya dengan kebudayaan 
• Sosiologi agama: disiplin yang mempelajari sistem relasi sosial masyarakat dalam hubungannya dengan agama
• Psikologi agama: disiplin yang mempelajari aspek-aspek kejiwaan manusia dalam hubungannya dengan agama.
c. Hubungan antara islam Normatif dan Historis
Hubungan antara keduanya dapat membentuk hubungan dialektis dan ketegangan. Hubungan Dialektis terjadi jika ada dialog bolak-balik yang saling menerangi antara teks dan konteks. sebaliknya akan terjadi hubungan ketegangan jika salah satu menganggap yang lain sebagai ancaman
Menentukan bentuk hubungan yang pas antara keduanya adalah merupakan separuh jalan untuk mengurangi ketegangan antara kedua corak pendekatan tersebut. Ketegangan bisa terjadi, jika masing-masing pendekatan saling menegaskan eksistensi dan menghilangkan manfaat nilai yang melakat pada pendekatan keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing tradisi keilmuan.
4.        Nalar Bayani, burhani, dan irfani dapat dijadikan mainstream berpikir bagi penggemar studi agama. Jelaskan apa yang dimaksud dengan nalar bayani, burhani, dan irfani!
Jawab :
Bayani adalah metode pemikiran yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung, secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks. Epistimologi bayani adalah pendekatan dengan cara menganilis teks. Maka sumber epistemologi bayani adalah teks. Sumber teks dalam studi Islam dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : teks nash (al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW) dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun corak berpikir yang diterapkan dalam ilmu ini cenderung deduktif, yakni mencari (apa) isi dari teks (analisis content).
Nalar Burhani sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks tetapi menyandarkan diri pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Dengan demikian, sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio inilah yang memberikan penilaian dan keputusan terhadap informasi yang masuk lewat indera. Burhan adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan dan hukum -hukum logika. Maksudnya bahwa untuk mengukur atau benarnya sesuatu adalah berdasarkan komponen kemampuan alamiah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa teks wahyu suci, yang memuncukan peripatik. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris yang berkaitan dengan alam, social, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di labolatorium maupun di alam nyata, baik yang bersifat alam maupun social. Corak model berpikir yang digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil penelitian empiris.
Irfani merupakan bahasa Arab yang memiliki dua makna asli, yaitu sesuatu yang berurutan yang sambung satu sama lain dan bermakna diam dan tenang. Namun secara harfiyah al-‘irfan adalah mengetahui sesuatu dengan berfikir dan mengkaji secara dalam. Dengan demikian al-‘irfan lebih khusus dari pada al-‘ilm. Secara termenologi, irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hambanya (al-kasyf) setelah melalui riyadah. Implikasi dari pengetahuan ‘irfani dalam konteks pemikiran keislaman, adalah menghampiri agama-agama pada tataran substantif dan esensi spiritualitasnya, dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama. Dalam filsafat, irfani lebih dikenal dengan istilah intuisi.
Perbandingan ketiga epistemologi ini adalah bahwa bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogi furû` kepada yang asal; irfani menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan ruhani pada Tuhan, burhani menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya.
5.        Aksi terorisme di Indonesia selalu dikesankan sebagai bentuk “pemberontak negara” oleh kelompok radikal Islam yang dianggap salah memaknai jihad. Perilaku “Jihad” yang dilakukan dianggap sebagai perlakuan “jahat”. Bagaimana anda melihat dan menilai fenomena aksi terorisme di Indonesia? Apakah hal demikian dapat dikatakan sebagai Jihad? Mengapa kelompok Islam itu berani melakukan aksi demikian?
Jawab :
Salah satu kajian yang amat menarik memasuki abad ke-21 adalah bagaimana menjelaskan aksi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Tuduhan terorisme yang dialamatkan kepada Islam, bagi sebagian kalangan sesungguhnya muncul sebagai akibat dari perilaku sebagian umat Islam. Di samping itu, kesalahpamahan umat Islam sendiri yang cenderung literalistik dalam memahami teks-teks keagamaan (al-Qur’an dan al-Hadis) telah menambah faktor menguatnya isu terorisme. Hal ini diperparah lagi dengan sikap dan ekspresi keagamaan “sebagian” umat Islam yang cenderung eksklusif dan seringkali menjustifikasi pemahaman keislaman-nyalah yang dianggap paling benar. Anasir-anasir itulah yang telah menebar, tidak hanya pertarungan antar ideologi keagamaan tetapi juga membuka secara lebar wacana terorisme di belahan dunia. Terutama dalam konteks global, pasca tumbangnya WTC di USA pada tahun 2001, terorisme yang mendapat dukungan dari gerakan radikalisme dan fundamentalisme agama kerap menjadi obyek dari tuduhan pelaku pengeboman. Tentu saja fenomena tersebut di satu sisi semakin memperkuat kecurigaan Barat terhadap dunia Islam, di sisi lain dapat dibantah banyak kalangan terutama internal Islam sendiri yang mengatakan bahwa tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Aksi teror di Indonesia sepanjang satu dasawarsa ini dapat telah terjadi pda tragedi JW Marriot bombing, Bali bombing I, Kuningan bombing, Bali bombing II, dan terakhir di hotel Ritz-Carlton Jakarta. Aksi teror ini tidak ubahnya merupakan opera dan orkestra vulgar dari sebuah proyek dehumanisasi global, total, syumul dan kaffah.
Mereka berani melakukan tindakan demikian karena Kelompok Islam radikal umumnya tidak memahami Islam secara utuh dan benar. Islam dipahami hanya secara sepotong-sepotong. Ciri khas kelompok radikal adalah menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya. Menurut mereka, teks harus dipahami sebagaimana adanya. Sebab, nalar manusia dinilai tidak akan mampu memberikan interpretasi yang tepat terhadap teks. Pola keberagamaan yang dikembangkan oleh mereka itu, meminjam bahasa Khaled Abou El Fadl (2003: 31), melalui pola pembacaan teks suci yang keluar dari konteks sejarah dan konteks moral. Teks suci lebih didekati atau dibaca secara literalistik, rigid, statis, dan tertutup. Akibatnya, mereka cenderung memberi legitimasi terhadap tindakan-tindakan destruktif tersebut, kendati tindakan itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara moral.Tidak jarang para pelaku teror tersebut melakukan semua itu untuk memenuhi tuntutan teologi yang mereka pahami. Islam seakan mengajarkan kepada para pengikutnya yang setia dan fanatik untuk melakukan tindakan-tindakan teror itu sebagai wujud dari keimanan. Doktrin teologi mereka bahkan mengklaim kebenaran bahwa Tuhan telah menyuruhnya untuk melakukan apa saja yang mungkin demi membela agama-Nya. Hal inilah yang membawa kita untuk terus berujar, jika mereka melakukan itu semua dengan atas nama membela Tuhan dan mengaplikasikan pesan Sang Rasul, maka hal ini merupakan penghinaan, pengkoyakan, pencabikan dan pendistorsian terhadap nilai suci teks agama.

2 comments: