SELAMAT DATANG DI BLOG ABDUL HALIM SOLKAN

Semoga segala yang penulis atau blogger tampilkan dapat bermanfaat!

Thursday 13 June 2013

Mengingat Kembali Sosiologi

Pengertian Sosiologi
Secara etimologi, sosiologi berasal dari bahasa latin yaitu socious yang berarti kawan atau teman dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Beberapa ahli juga mengungkapkan pendapat mereka tentang definisi sosiologi, diantaranya J. A.A. van doorn dan C.J Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil. Sebagai ilmu pengetahuan yang murni(pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai(applied science), sosiologi bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan sedalam-dalamnya tentang masyarakat, bukan untuk mempergunakan pengetahuan tersebut kepada masyarakat.
Seperti contoh, ahli sosiologi mengemukakan pendapat-pendapatnya yang berguna bagi petugas administrasi, pembuat Undang-undang, para diplomat, guru-guru, satpol PP dan sebagainya, akan tetapi mereka tidak menentukan apa yang harus dikerjakan petugas-petugas tersebut. atau dengan bahasa lain, sosiologi bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta dalam masyarakat serta mempergunakanya untuk menyelesaikan persoalan-persolan masyarakat.
Objek Sosiologi
Seperti halnya ilmu sosial lainya, Objek kajian sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat merupakan sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama dan memiliki budaya (mempunyai struktur, tatanan, aturan dan hukum). Berikut merupakan kriteria sesuatu dikatakan sebagai masyarakat, yaitu manusia yang hidup bersama (minimal 2 orang), bercampur dalam waktu yang sama, sadar merupakan satu kesatuan dan merupakan suatu sistem hidup bersama. Nantinya di masyarakat pula akan ditemukan hal-hal yang menjadi masalah pokok dari pembicaraan tentang sosiologi, diantaranya pebahasan tentang gejala-gejala sosial, fakta sosial, tindakan sosial dan khayalan sosial. Misalnya dalam perumusan sebuah teori dari pemasalahan pendidikan.
Metode-metode dalam Sosiologi
            Cara kerja atau metode (method) sosiologi pada dasrnya mempunyai dua enis cara kerja, diantarnya metode kualitatif yang mengutamakan bahan yang sukar diukur dengan angka-angka atau hal-hal yang bersifat  eksak dan metode kuantitatif yang bersifat sebaliknya.
Metode kualitatif terdiri dari metode historis dan metode komparatif. Metote historis merupakan telaah atau analisis atas kejadian-kejadian silam guna merumuskan prinsip-prinsip umum, sedangkan metode komparatif memeningkan prbandingan antara bermacam-macam masyarakat beserta bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan serta sebab-sebabnya.
            Ada pula metode lain yang dipakai dalam penelitian sosiologi, yaitu metode studi kasus(case study) yang bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamya salah satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat. Alat- alat yang dipakai dalam metode studi kasus ini adalah misalnya wawancara(interview), petanyaan-pertanyaan(questioner), daftar pertanyaan-pertnyaan(schedule) dan participant observer technique.
            Sedangkan dalam metode kuantitatif, kita mengenal teknik yang dinamakan Sociometry yang berusaha meneliti masyrakat secara kuantitatif. Sociometry merupakan himpunan konsep-konsep dan metode-metode yang bertujuan untuk menggambarkan dan meneliti hubungan-hubungan antar manusia dalam masyarakat secara kuantitatif.
            Metode lainya yaitu detode deduktif dan induktif. Metode deduktif yaitu memulai dengan mempelajari kaidah-kaidah yang bersifat umum untuk kemudian dipelajari dalam hal yang khusus, sedangkan metode induktif mempelajari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas
Sejarah Teori Sosiologi
Perhatian Masyarakat sebelum Comte,
1.      Plato : Menelaah masyarakat secara sistematis dengan merumuskan teori organis tentang masyarakat yang mencakup bidang kehidupan sosial dan ekonomi.
2.      Aristoteles : melakukan analisis tentang lembaga-lembaga politik dalam masyarakat.
3.      Ibn Khaldun : mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian sosial dan peristiwa dalam sejarah
4.      Zaman renaissance : muncul nama-nama Thomas more dan Campanella mengenai masyarakat ideal. N. Machiavelly : mengemukakan bagaimana cara mempertahankan kekuasaan
Sosiologi Auguste Comte
      Pada abad ke 19, August Comte(1798-1857) sudah memulai kajian-kajianya tentang sosiologi. Comte adalah yang memakai istilah “sosiologi” dan membedakan ruang lingkup dan isi sosiologi dengan ilmu sosial lainya, oleh karena itu Comte dikenal sebagai the father of sociology. Dia menyusun suatu sistematika dari filsafat sejarah dalam kerangka tahap-tahap pemikiran yang berbeda. Menurutnya, tahapan perkmbangan intelektual manusia dibagi menjadi tiga, yang pertama yaitu suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan oleh dewa-dewa atau Tuhan yang maha kuasa atau di sebut sebagai tahap sosiologis atau fiktif.
      Tahap kedua merupakan tahap metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang akhirnya akan dapat diungkapkan. Selanjutnya adalah tahapan Rasional, diaman manusia sudah mulai berfikir berdasarkan akal dan mampu menemukan jawaban dari persoalan-persoalan yang ada(adabya kesadaran kritis). Menurut Comte, sosiologi merupakan studi positif tentang hukum-hukum dasar dari gejala sosial. Sosiologi yang merupakan ilmu pengetahuan paling kompleks dan dapat berkembang dengan pesat.
Mazhab – mazhab Sosiologi
1.      Mazhab Geografi dan lingkungan
Tokohnya adalah Edward Bucked dan Le play, inti dari pentingnya mazhab ini adalah baha ajaran-ajaran atau teori-teori menghubungkan factor keadaan alam dengan factor-faktor strukur serta organisasi sosial.
2.      Mazhab organis dan revolusioner
Tokohnya adalah Herbert Spencer dan Ferdinan Tonnies. Pengaruh spencer muncul melalui analoginya antara masyarakat dengan suatu organisme. Dia menjelaskan bahwa suatu organism akan mencapai suatu kesempurnaan jika memiliki beberapa criteria, yaitu kompleksitas, diferensiasi dan integrasi yang lebih sempurna pula.
3.      Mazhab Formal
Tokoh yang paling berpengaruh adalah George Simmel (1858-1918). Menurutnya, elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan-hubungan antar elemenya.
4.      Mazhab Psikologi
Gabriel Tarde dari prancis mengungkapkan gagasanya bahwa dimulai dengan suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat sosiologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jia tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
5.      Mazhab Ekonomi
Menurut Karl marx Selama masyrakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan.
6.      Mazhab hukum

Salah satu tokohnya adalah E. Durkheim, yang menjelaskan baha hukum adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat ringanya tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan, yakni sanksi yang represif dan restitutif.

Suasana Ramadhan Bagi Industri Pertelevisian

Oleh : Abdul Halim

Televisi, berdasarkan UU Pers no.40, 1999 dan UU Penyiaran no.32, 2002 selain berkedudukan sebagai lembaga masyarakat, melekat pula fungsi sebagai lembaga ekonomi. Fungsi ekonomi inilah (terutama oleh Televisi Swasta) yang dimanfaatkan secara maksimal, terutama di era kebebasan saat ini. Sepintas tak ada yang salah dari apa yang rata-rata mereka lakukan. Dalih adalah memberikan pelayanan maksimal kepada pemirsa. Mereka selalu memanfatakan setiap momentum untuk (seolah) memberikan pelayanan maksimal kepada pemirsa, meski dibalik itu motif ekonomilah yang sebenarnya ada dibalik produksi siaran yang mereka sajikan.
Tak luput pula setiap tahun moment bulan puasa, ketika mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam sedang melaksanakan ibadah, mereka maksimalkan berbagai siaran atau sajian yang bernuansa ramadhan. Motto ; Berikan pemirsa apa yang mereka inginkan. Tampaknya para pengelola televisi swasta hanya mengambil sepotong apa yang dikatakan Reith (dalam Media Culture,1992) memberi publik apa yang pengelola pikir mereka butuhkan dengan mengabaikan bahwa sesungguhnya apa yang dimaksud Reith sebagai apa yang sesungguhnya mereka butuhkan, sehingga ada nuansa aspek kemanfaatan bagi pemirsa.
Kedatangan bulan Ramadhan selalu memberi kita pemandangan tersendiri di televisi. Sinetron-sinetron yang biasanya berlimpah kata-kata makian yang kasar, bahasa tubuh yang menyebalkan, dan dialog yang melambangkan kecintaan yang besar terhadap materi, kini berubah wujud. Para tokoh yang mendadak berkerudung dan berpeci, dan mulai menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, alias mung mampir ngombe. Dalam beberapa adegan terlihat lucu karena mereka menggunakan kerudung atau peci bahkan ketika mereka hanya leyeh-leyeh di dalam rumah. Rasanya kita sendiri juga tidak begitu-begitu amat dalam “ merayakan “ bulan suci. Bukankah semangat tidak harus diwujudkan hanya dengan atribut fisik?
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa praktikan sinetron itu semata-mata memanfaatkan momentum yang ada. Karena bulan puasa identik dengan kesabaran, maka jalan ceritapun dibelokkan sedemikian rupa sehingga pas dengan semangat ramadhan. Hingga terkadang dialognya bernafas islami dan diselingi lantunan ayat-ayat suci alqur’an. Hebat betul. Semuanya atas nama Ramadhan. Tampaknya kita sebagai penonton sekaligus umat beragama, harus merelakan bulan ini dieksploitasi habis-habisan oleh para praktikan sinetron. Suka tidak suka,mau tidak mau,pasti terjadi. Kita terpaksa bulan Ramadhan hanya sebagai salah satu momentum dalam kehidupan.
Masalahnya, bisakah kita memandang sinetron yang mendadak religius itu sebagai medium dakwah? Rasanya kok susah. Untuk bisa dikatakan sebagai medium dakwah, sebuah sinema elektronik harus memiliki konsistensi dalam menawarkan wacana-wacana keimanan, jika perlu dengan cara-cara yang kreatif dan berbeda. Tidak mendadak dan musiman seperti yang terjadi sekarang. Sebagai praktikan pertelevisian diharapkan mampu menjadikan sinetronnya benar-benar sebagai medium dakwah, dengan cara konsistensinya dan mempertontonkan suatu pembicaran yang syarat filsafat,dengan mengemasnya melalui tahap anlogi dengan hal-hal yang remeh dalam kehidupan sehari-hari.

Jelas bahwa menjadikan sinetron sebagai medium dakwah tidak bisa dilakukan dengan hanya menyelipkan potongan-potongan ayat kitab suci yang seringkali terasa numpang lewat tanpa konteks. Sebab jika hanya itu yang dilakukan, apa boleh buat, harus dikatakan bahwa sinetron para praktikan pertelevisian kita hanya memanfaatkan momentum belaka. Kita berharap para parktikan televisi sadar agar lebih mengedepankan aspek kemanfatan bagi pemirsa, dan tidak hanya menginginkan keuntungan semata. Kedepan, kita tentu berharap para pengelola televisi agar makin mampu memaksimalkan situasi simbiosis mutual bernuansa Ramdhan secara maksimal. Melalui cara itulah para pengelola akan berkontribusi konkret dan amanah, sekaligus memperoleh keuntungan financial untuk mengembangkan stasiun televisi yang dikelola.  

Nipotisme Kalangan Birokrat

 Oleh : Abdul Halim
Wacana ini akan menyoroti tentang fenomena pemilihan seorang pemimpin di sekitar kita baik itu Desa, Kecamatan, Kabupaten, hingga aparatur pemerintah yang sekelas DPR, MPR, dan menteri, serta civitas akademika dunia kampus terutama untuk BEM baik fakultas atau universitas dan khusus untuk ketua mahasiswa angkatan di suatu fakultas.
Kita semua sebagai bangsa indonesi mengharapkan seorang pemimpin yang benar –benar mampu untuk memberikan kontribusi yang baik bagi ikita semua bangsa Indonesia. Namun itu semua pupus ketika ada sebuah pemilihan kepemimpinan dalam birokrat yang dibumbui dengan apa yang namanya, nipotisme.
Nipotisme di negeri kita memang tidak dapat di pungkiri dan ditepis oleh siapapun, semua itu telah ada sejak dahulu. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan oleh tuhan dengan segala kelebihannya dibanding makhluk lain, baik dari fisik maupun spirit, jasmani maupun rohani. Manusi diberi petunjuk oleh tuhan berupa petunjuk indra, intuisi, akal, dan agama (Amin Syukur : 1991). Petunujuk-petunjuk itu harus kita manfatkan dan kita gunakan semaksimal mungkin demi kemaslahatan manusia. Sebagaimana dalam pemilihan seorang pemimpin bagi diri kita harus berdasarkan atas segala petunjuk yang telah diberikan Tuhan bagi kita. Dan kita lebih mengedepankan atas kebenaran  seperti kebenaran indrawi (sensible truth), kebenaran ilmu (intelligible truth), dan kebenaran filsafat (philosophical truth) kebenaran yang diperoleh dari pemikiran atas apa yang ada “ (being) “ dan “mungkin ada” secara mendasar (seakar-akarnya), obyektif dan universal.
Kaitannya yang telah saya jelaskan tadi, maka kita harus memilih seorang pemimpin berdasarkan kapabilitas dan intelektual mereka masing-masing. Bukan malah memilih mereka karena mungkin saudara, kolega, partner, dan sebagainya. Sebagaimana pemiliha kepala desa, jika yang mencalonkan diri adalah saudara atau mungkin teman kita, maka akan dipilih tanpa melihat sejauh mana kemampuan mereka untuk membawa desanya lebih maju. Karena dipilih atas dasar Nipotisme, maka dalam memimpin juga nipotisme yaitu lebih mengutamakan saudara-saudaranya untuk menjadi orang penting di desa tanpa melihat orang lain, padahal mereka lebih mampu dan berpotensi. Karena dirasa lebih menguntungkan dalam melaksanakan keotoriter kepemimpinannya. Dan sikap itu naik sampai pada jabatan Bupati.
Sebagaimana pemilihan jabatan menteri sebagai pembantu presiden, banyak dibumbui unsur nipotisme. Kita lihat saja usulan jabatan-jabatan menteri yang nantinya membantu tugas presiden sebagai kepala negara Republik Indonesia periode 2009-2014, banyak dari mereka adalah kolega-kolega dari SBY. Dan pada dasarnya mereka belum tentu memenuhi dan mumpuni untuk menduduki jabatan menteri itu.


Individu, Keluarga, dan Masyarakat

 Oleh : Abdul Halim

       I.      PENDAHULUAN
Kata “individu” berasal dari kata latin, yaitun individium, berarti “yang taka terbagi”. Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai nuntuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Dalam ilmu sosial paham individu menyangkut tabiatnya dengan kehidupan jiwanya yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai suatu yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. Dengan demikian sering digunakan sebutan “orang-seorang” dan “manusia perseorangan”. [1] Keluarga itu berarti ibu, bapak, dengan anak-anaknya atau seisi rumah, bisa juga disebut batih, yaitu orang seisi rumah yang menjadi tanggungan, dan dapat pula berarti kaum, yaitu sanak saudara serta kaum kerabat.[2] Definisi lain mengemukakan bahwa keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.[3] Dalam bahasa Inggris masyarakat disebut society, asal katanya Socius yang berarti kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa arab, yaitu syirk artinya bergaul.  Seorang tokoh sosiologi modern, Talcott Parson, merumuskan kriteria masyarakat. Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang melebihi masa hidup individual normal dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadapa generasi berikutnya.[4] Definisi lain menyebutkan bahwa masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu yang terikat oleh suatu adat, ritus, atau hukum dan hidup bersama. Al-Qur’an menyebut masyarakat dengan beberapa kata, yaitu qawm, ummah, syu’ub, dan qabail. Salah satu hukum kemasyarakatan yang cukup populer ialah Q.S. Ar-Ra’d [13]:11, yang berbunyi
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/  
sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadan) satu kaum (masyarakat) sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka” [5]
Untuk arti yang lebih khusus masyarkat disebut pula kesatuan sosial, mempunyai ikatan kasih yang erat.
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari hubungan dengan sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah sosial ini tidaklah sama antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaan, sifat kependudukannya, dan keadaan lingkungannya. [6] Meskipun Individu merupakan satuan kecil yang terbatas, ia juga punya pengaruh terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat. Ketika kenakalan individu mulai muncul maka semua elemen yang berda dalam kehidupan bermasyarakat punya andil bagian baik mulai dari penyebab hingga pananggulangan dan penyelesaiannya.

    II.      RUMUSAN MASALAH
Dari pendahuluan diatas maka dapat dirumuskan permasalan yang perlu kita bahas agar tidak terjadi misunderstanding (kesalah pahaman) diantaranya:
1.            Bagaimanakah peranan individu dalam kehidupan keluarga dan masyarakat ?
2.            Apa penyebab yang mempengaruhi munculnya kenakalan Individu?
3.            Bagaimanakan peran serta keluarga dan masyarakat untuk meminimalisir kenakalan individu?
 III.      PEMBAHASAN
Masalah sosial yang muncul sekarang ini diakibatkan karena adanya penurunan kesadaran untuk menjalankan ajaran agama dengan sepenuhnya, hal ini disebabkan kurangnya perhatian dari keluarga dan masyarakat sebagai kontrol sosial sebagaimana adanya kenakalan individu yang marak sekarang ini. Meskipun individu dari artinya adalah sebuah kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Dalam bertingkah laku menurut pola pribadi suatu individu terdapat tiga macam kemungkinan:

1. Menyimpang dari norma kolektif
2. Kehilangan individualitas
3. Mempengaruhi masyarakat

Maka dalam hal ini kita perlu merevitalisasi kembali peran individu dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat. Adanya aspek organis-jasmaniah, psikis-rohaniah, dan sosial kebersamaan yang melekat pada individu, mengakibatkan bahwa kodratnya adalah untuk hidup bersaa manusia lain. Selain kepentingan individual, diperlukan suatu tata hidup yang mengamankan kepentingan komunal demi kesejahteraan brsama. Perangkat tatanan kehidupan bersama menurut pola tertentu kemudian berkembang menjadi apa yang disebut “pranata sosial” atau abstraksi yang lebih tinggi lagi, dinamakan “kelembagaan” atau “institusi”. Individu mempunyai “karakter”, maka satuan lingkungan sosial mempunyai “karasteristik” yang setiap kali berbeda fungsinya , struktur, peranan, dan proses-proses yang berlangsung di dalam dirinya. Posisi, peranan, dan tingkah lakunya diharapkan sesuai dengan tuntutan setiap satuan lingkungan sosial dalam situasi tertentu. Relasinya bersifat kompleks dan menjadi sasaran berbagai disiplin ilmu, tetapi diperoleh gambaran mengenai relasi individu dengan lingkungan sosialnya sebagai berikut : [7]
a.       Relasi Individu dengan Dirinya
Merupakan masalah khas psikologi. Karena individu dihadapkan dengan watak-wataknya yaitu Ego, Id, dan Superego. Id adalah wadah dalam jiwa seseorang, berisi dorongan primitif dengan sifat temporer yang selalu menghendaki agar segera dipenuhi atau dilaksanakan demi kepuasan. Ego bertugas melaksanakan dorongan-dorongan Id, tidak bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan dari Superego. Ego dalam tugasnya  berprinsip pada kenyataan relative principle. Superego berisi kata hati atau conscience, berhubungan dengan lingkungan sosial, dan punya nilai-nilai moral sehingga merupakan kontrol terhadap dorongan yang datang dari Id.[8]
b.      Relasi Individu dengan Keluarga
Individu punya relasi mutlak dengan kelurga. Ia dilahirkan dari keluarga, tumbuh dan berkembang untuk kemudian membentuk sendiri keluarga batinnya. Peranan-peranan dari setiap anggota keluarga merupak resultan dari relasi biologis, psikologis, dan sosial.[9]
c.       Relasi Individu dengan Lembaga
Lembaga diartikan  sebagai norma-norma yang berintegrasi disekitar suatu fungsi masyarakat yang penting. Dalam hal ini, individu berperan sebagai pelaku yang berperan didalamnya melalui sosialisasi. [10]
d.      Relasi Individu dengan Komunitas
Dalam hal ini ia juga berada didalamnya karena ia juga hidup didalam komunitas itu sendiri.[11]
e.       Relasi Individu dengan Masyarakat
Masyarakat merupakan satuan lingkungan yang bersifat makro. Sifat makro diperoleh dari kenyataan, bahwa masyarakat pada hakikatnya terdiri dari sekian banyak komunitas yang berbeda, sekaligus mencakup berbagai macam keluarga, lembaga, dan individu-individu.[12]
f.       Relasi Individu dengan Nasion
Nasion dalah suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yang terbentuk oleh perasaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan- pengorbanan yang telah dibuat dan yang dalam masa depan bersedia dibuat lagi.
Individu dalam perkembangannya sering muncul penyimpangan dan kenakalan, dalam pengamatan penyebab mereka bisa tumbuh seperti itu (Kenakalan) adalah sebagai berikut :
a.       Dasar-dasar agama yang kurang
b.      Pengaruh kawan sepermainan
c.       Pengaruh perkembangan iptek yang negatif
d.      Pendidikan
e.       Pemanfaatan waktu luang
f.       Uang saku
g.      Pengaturan seksual
h.      Dan lain-lain
Dari penyebab-penyebab diatas, untuk meminimalisir dan mengtasinya peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting. Masyarkat dan keluarga hendaknya ikut bertanggung jawab penuh atas perkembangan para individunya, meskipun kenyatannya itu semua tergantung dari individu masing-masing. [13]

 IV.      KESIMPULAN DAN SOLUSI
Dari pembahsan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Individu punya peran yang sangat penting dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam perkembangannya, individu memunculkan sikap-sikap yang menyimpang dari norma-norma yang dianut dalam masyarakatnya. Ketika muncul kenakalan nindividu sebagaimana yang telah dijelaskan, maka semua elemen kehidupan sosial terutama keluarga dan masyarakat dapat mengoptimalkan perannya sebagai bentuk tanggung jawab atas perkembangan anggotanya (Individu).
Solusi yang tepat atas permasalahan ini adalah meningkatkan kjemabli pengawasan perkembangan individu dan perlu adanya pendidikan yang lebih atas ini. Karena, jika dalam perkembangannya selalu diawasi dalam hal ini tidak mempersempit geraknya yaitu memberikan pengarahan yang bersifat familiar yang nantinya mampu diterima oleh individu tersebut. Kemudian dari penyebab diatas, maka dari segala elemen kehidupan sosial perlu adanya peningkatan dibidang pendidikan, pendidikan agama, pendidikan seks, dan pendidikan lain yang diharapkan mampu meminimalisir kenbakalan-kenakalan tersebut.

    V.      PENUTUP
Demikianlah, yang dapat kami sampaikan semoga bermanfaat. Tak ada gading yang tak retak, mungkin dalam penyusunan masih banyak kesalahan, kami mohon ma’af, dan bagi pembaca yang hendak memberikan kritik yang konstruktif kami terima dengan lapang dada.

 VI.      DAFTAR PUSTAKA

Soelaeman, M. Munandar, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Sosial, Bandung : Refika Aditama, 2001, Cet. 8.

Wahyu, Ramdani, ISD (Ilmu Sosial Dasar), Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Wikimu “Penyebab Kenakalan Remaja dan Cara Mengatasinya” http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=12915

Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka. 1995.

Arifin, Tajul, Pengantar Studi Sosiologi. Bandung: Arie and Brother. 1993.Cet. 3




[1] M Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar  Teori dan Konsep sosial. (Bandung:Refika Adimata,  2004), hlm. 113

[2] Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Deoartemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka. 1995) hlm.471

[3] Tajul Arifin, Pengantar Studi Sosiologi. 9Bandung: Arie and Brother. 1993).Cet. 3 hlm. 59.

[4] Dikutip dari Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. 1996) edidi kedua, hlm.56.
[5] Ramdani Wahyu, ISD Ilmu Sosial Dasar (Bandung: Pustaka Setia. 2007) Cet 1,hlm 74.

[6] M Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar  Teori dan Konsep sosial. (Bandung:Refika Adimata,  2004), hlm. 6
[7] M Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar  Teori dan Konsep sosial. (Bandung:Refika Aditama,  2004), hlm.124
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid.,hal. 125
[11] Ibid.,hal.126
[12] M Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar  Teori dan Konsep sosial. (Bandung:Refika Adimata,  2004), hlm. 127
[13] Wikimu “Penyebab Kenakalan Remaja dan Cara Mengatasinya” http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=12915