SELAMAT DATANG DI BLOG ABDUL HALIM SOLKAN

Semoga segala yang penulis atau blogger tampilkan dapat bermanfaat!

Thursday 11 July 2013

UJIAN AKHIR SEMSTER (UAS) : PENGANTAR STUDI ISLAM (PSI)

  1. Setelah Belajar Pengantar Studi Islam dari awal sampai akhir, apa yang anda pahami tentang pengantar studi Islam? Jelaskan sisi perbedaan Pemahaman Awal perkuliahan tentang PSI dengan akhir Perkuliahan PSI! Dan apa tujuan dari belajar PSI dalam membentuk pemahaman Islam Holistik, Islam Universal dan Islam Inklusif? Buatkan Jawaban dalam bentuk Peta Konsep!
Jawab :
-          Pengantar Studi Islam adalah Sebuah prawacana atau mata kuliah yang dalam pembelajarannya adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk mrngetahui memahami dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama islam baik yang menyangkut sumber-sumber ajaran islam ,pokok-pokok ajaran islam,sejarah islam, maupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan.
-          Pemahaman Awal Perkuliahan saya tentang PSI adalah sebuah wacana ke Islaman yang lebih menitik tekankan persoalan Aqidah dan aliran-aliran dalam Islam serta pemikirannya, namun setelah mengikuti mata kuliah ini ternyata abanyak hala yang kita pelajari dan pahami dalm mata kuliah ini.
-          Tujuan belajar PSI adalah membentuk Pemahaman Islam yang Holistik, Islam Universal dan Islam Inklusif. Islam Holistik adalah Islam yang mengedepankan sebuah ahal pada yang bijak dan suci, dalam pengertian lain adalah Islam Komperehensif, kita terbuka dan melihat segala sesuatunya dari berbagai sudut pandang. Islam Universal adalah konsep beragama yang universal dalam konteks ke-Indonesiaan yang khas, yang menampilkan wajah dinamis agama dalam konsep  akulturasi budaya dan peradaban antara jazirah Arab sebagai basis wilayah dimana agama Islam diturunkan dan Indonesia (Nusantara) sebagai wilayah yang menjadi subjek dinamisasi agama Islam. Islam Inklusif merupakan sebuah pandangan yang mengajarkan tentang sikap terbuka dalam beragama, khususnya dalam menjalin hubungan dengan selain Islam (Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu). Sikap terbuka akan berdampak pada relasi sosial yang bersifat sehat dan harmonis antar sesama warga masyarakat. Konsep Islam Inklusif ini juga mencoba meminimalisir atau bahkan menghilangkan tindak anarkisme antar agama, kita sering mendengar dan melihat berita di media cetak atau media elektronik tentang pembakaran tempat ibadah yang dilakukan oleh salah satu penganut agama tertentu, dikarenakan kurangnya komunikasi antara penganut agama yang berbeda tersebut.
2. Dinamika studi Islam selalu mengalami perkembangan dan adapula degradasi. Jelaskan perkembangan studi Islam di Timur dalam aspek Pendidikan dan Peradaban dari mulai zaman klasik hingga modern!
Jawab :
Menurut Harun Nasution dan Nourozaman Shidiqi,:
1.    Periode klasik (650-1250M)
2.    Periode pertengahan (1250-1800M)
3.    periode modern (1800-sekarang)

·       Studi Islam Periode Klasik
            Dimulai ketika nabi dan  para pengikutnya mendapat tekangan dari kalangan qurais dan kalangan quraisy, kemudian nabi hjrah ke Madina setelah itu islam berencana menalukan makkah. Pada masa umayyah, islam hanya fokus pada perluasan wilayah. Kemudian umayyah diberontak oleh bani Abbasiyah yang kemudian menjadi pemegang kekuasaan islam.
Raja-raja dinasti yang berperan diantaranya :
1.    Harun Ar-Rosrid (785-890), mendirikan rumah sakit, pend kedokteran, sekolah farmasi dan pemandian umum.
2.    Al Makmun (813-833), menerjemahkan buku-buku yunani kedalam bahasa Arab,  mendirikan Bait Al-Hikmah (pusat penerjemahan dan akademi). Umat islam menguasai berbagai ilmu pengetahuan diantaranya :
1.    Al-Fazari (penyusun Astrolabe)
2.    Al-Farani (astronomi)
3.    Ali Hasan Al-Haitsam (teori cahaya)
4.    Jayyir Al Hayyan (kimia)
5.    Abu Raihan Muhammad Al Baituni (fisika teori perputaran bumi)
6.    Ar Rozi (penyusun buku caacar dan campak)
7.    Ibnu Sina (penyusun kitab Al Qonun Al Thib), dan masih banyak lagi….

·       Studi Islam Periode Pertengahan
1.      Zaman kemunduran (1250-1500), diawali dg kehancuran Baghdad oleh hulaghukhan
2.      Zaman tiga kerajaan besar (1500-1800),
a)      Kerajaan utsmani di turki (1290-1294)
b)      Kerajaan syafawi di Persia (1501-1736)
c)      Kerajaan mughal di India (1526-1858)

·       Studi Islam Periode Modern
Disebut sebagai zaman kebangkitan, adanya ekspedisi Napoleon di Mesir yang tidak hanya datang untuk kepentingan militer tetapi juga untuk kepentingan ilmiah. Napoleon membentuk lembaga ilmiah yang disebut institute d’ Fgypte yang mempunyai 4 kajian ilmu, yaitu : ilmu pasti, alam, ekonomi, politik, sastra dan seni. Ia juga menerbitkan majalah  ilmiah bernama Le Courier d’Egipte. Karena kemajuan ilmiah, timbul berbagai kegiatan pembaharu didunia timur.
Ø  Pertumbuhan Studi Islam di Timur
Kemajuan studi islam tidak dapat dipisahkan dari tradisi intelektual peradapan-peradapan tertentu yang lebih maju sebelum dan menjelang munculnya islam. selama periode Abbasiyah sekolah-sekolah mulai didirikan dan mulai bergeser ke matakuliah yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu social. Pengaruh Al-Gozali (1085-1111M) disebut sebagai pemisah ilmu agama dengan ilmu umum.
Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam :
1.      Niasyapur
2.      Baghdad
3.      Al-Azhar di Kairo Mesir.
4.      Perguruan tinggi Cordova
5.      Perguruan tinggi Kairwan
Akhir periode madinah sampai dengan 4 H, fase pertama pendidikan islam masih di masjid-masjid  dan rumah-rumah, dengan ciri hafalan. Namun sudah diperkenalkan logika matematika, ilmu alam, kedokteran, kimia, musik, sejarah dan geografi. Selama abad ke-5 H, selama periode Khalifah Abbasyiah, sekolah-sekolah didirikan di kota-kota dan mulai menempati gedung-gedung besar, bukan lagi masjid, dan mulai yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu sosial.
Berdirinya sistem madrasah adalah di abad 5 H/akhir abad 11 M, justru menjadi titik balik kejayaan. Sebab madrasah dibiayai dan diprakarsai negara. Kemudian madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin terutama oleh Kerajaan Fatimah di Kairo. Sebelumnya di sekolah ini diajarkan kimia, kedokteran, filsafat, diganti hanya mempelajari tafsir, kalam fiqih dan bahasa. Matematika hilang dari kurikulum Al-Azhar tahun 1748 M. Memang pada masa kekhalifahan Abbasyiah Al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M), sebelum hancurnya aliran Mu’tazilah, ilmu-ilmu umum yang bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris dipelajari di madrasah.
Pengaruh Al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai awal pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum. Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam di zamannya, yaitu Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus dan Jerussalem. Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia muslim, yaitu (1) Nizhamiyah di Baghdad (2) Al-Azhar di Kairo Mesir (3) Cordova (bagian barat) dan (4) Kairwan Amir Nizam Al-Muluk di Maroko.

3.  Pemahaman Islam dapat dilihat dari perspektif normatif dan historis. Apa yang dimaksudkan dengan Islam Normatif dan Islam Historis? Jelaskan! Dan bagaimana bentuk pemahaman Islam Normatif dan Islam Historis? Buatkan dalam bentuk bagan!
Jawab :
Islam normatif adalah islam pada dimensi sakral yang diakui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an. Islam historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai dengan konteks kehidupan pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan selalu berada dibawah realitas ke-Tuhan-an. Pada umumnya normativitas ajaran wahyu dibangun, diramu, dibakukan dan ditelaah lewat berbagai suatu pendekatan doktrinal teologis. Sedangkan historisitas keberagaman manusia ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan sosial-keagamaan yang bersifat multi dan interdisipliner, baik lewat pendekatan historis, filosofis, psikologis, sosiologis, kultural maupun antropologis.
a. Pendekatan Normatif
Sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek normatif dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah. Dalam pandangan islam normatif kemurnian islam dipandang secara tekstual berdasarkan Alqur’an dan Hadits selain itu dinyatakan bid’ah.
Kajian islam normative Melahirkan tradisi teks : tafsir, teologi, fiqh, tasawuf, filsafat. 
• Tafsir: tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci 
• Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan 
• Fiqh : tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)
• Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan 
• Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan kebaikan 
b. Pendekatan Historis
Dalam pemahaman kajian islam historis, tidak ada konsep atau hukum islam yang bersifat tetap semua bisa berubah. Kaum historis memiliki pemahaman tentang hukum islam yang mana hukum islam itu adalah produk dari pemikiran ulama yang muncul karena konstruk social tertentu. Dalam kajian islam historis ditekankan aspek relitivitas pemahaman keagamaan. Pemahaman manusia terhadap ajaran agamanya adalah bersifat relatif dan terkait dengan konteks budaya social tertentu.
Kajian islam historis melahirkan tradisi atau disiplin studi empiris: antropologi agama, sosiologi agama, psikologi agama dan sebagainya. 
• Antropologi agama: disiplin yang mempelajari tingkah laku manusia beragama dalam hubungannya dengan kebudayaan 
• Sosiologi agama: disiplin yang mempelajari sistem relasi sosial masyarakat dalam hubungannya dengan agama
• Psikologi agama: disiplin yang mempelajari aspek-aspek kejiwaan manusia dalam hubungannya dengan agama.
c. Hubungan antara islam Normatif dan Historis
Hubungan antara keduanya dapat membentuk hubungan dialektis dan ketegangan. Hubungan Dialektis terjadi jika ada dialog bolak-balik yang saling menerangi antara teks dan konteks. sebaliknya akan terjadi hubungan ketegangan jika salah satu menganggap yang lain sebagai ancaman
Menentukan bentuk hubungan yang pas antara keduanya adalah merupakan separuh jalan untuk mengurangi ketegangan antara kedua corak pendekatan tersebut. Ketegangan bisa terjadi, jika masing-masing pendekatan saling menegaskan eksistensi dan menghilangkan manfaat nilai yang melakat pada pendekatan keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing tradisi keilmuan.
4.        Nalar Bayani, burhani, dan irfani dapat dijadikan mainstream berpikir bagi penggemar studi agama. Jelaskan apa yang dimaksud dengan nalar bayani, burhani, dan irfani!
Jawab :
Bayani adalah metode pemikiran yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung, secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks. Epistimologi bayani adalah pendekatan dengan cara menganilis teks. Maka sumber epistemologi bayani adalah teks. Sumber teks dalam studi Islam dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : teks nash (al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW) dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun corak berpikir yang diterapkan dalam ilmu ini cenderung deduktif, yakni mencari (apa) isi dari teks (analisis content).
Nalar Burhani sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks tetapi menyandarkan diri pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika. Dengan demikian, sumber pengetahuan burhani adalah rasio, bukan teks atau intuisi. Rasio inilah yang memberikan penilaian dan keputusan terhadap informasi yang masuk lewat indera. Burhan adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan dan hukum -hukum logika. Maksudnya bahwa untuk mengukur atau benarnya sesuatu adalah berdasarkan komponen kemampuan alamiah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa teks wahyu suci, yang memuncukan peripatik. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris yang berkaitan dengan alam, social, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di labolatorium maupun di alam nyata, baik yang bersifat alam maupun social. Corak model berpikir yang digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil penelitian empiris.
Irfani merupakan bahasa Arab yang memiliki dua makna asli, yaitu sesuatu yang berurutan yang sambung satu sama lain dan bermakna diam dan tenang. Namun secara harfiyah al-‘irfan adalah mengetahui sesuatu dengan berfikir dan mengkaji secara dalam. Dengan demikian al-‘irfan lebih khusus dari pada al-‘ilm. Secara termenologi, irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada hambanya (al-kasyf) setelah melalui riyadah. Implikasi dari pengetahuan ‘irfani dalam konteks pemikiran keislaman, adalah menghampiri agama-agama pada tataran substantif dan esensi spiritualitasnya, dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama. Dalam filsafat, irfani lebih dikenal dengan istilah intuisi.
Perbandingan ketiga epistemologi ini adalah bahwa bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogi furû` kepada yang asal; irfani menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan ruhani pada Tuhan, burhani menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya.
5.        Aksi terorisme di Indonesia selalu dikesankan sebagai bentuk “pemberontak negara” oleh kelompok radikal Islam yang dianggap salah memaknai jihad. Perilaku “Jihad” yang dilakukan dianggap sebagai perlakuan “jahat”. Bagaimana anda melihat dan menilai fenomena aksi terorisme di Indonesia? Apakah hal demikian dapat dikatakan sebagai Jihad? Mengapa kelompok Islam itu berani melakukan aksi demikian?
Jawab :
Salah satu kajian yang amat menarik memasuki abad ke-21 adalah bagaimana menjelaskan aksi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Tuduhan terorisme yang dialamatkan kepada Islam, bagi sebagian kalangan sesungguhnya muncul sebagai akibat dari perilaku sebagian umat Islam. Di samping itu, kesalahpamahan umat Islam sendiri yang cenderung literalistik dalam memahami teks-teks keagamaan (al-Qur’an dan al-Hadis) telah menambah faktor menguatnya isu terorisme. Hal ini diperparah lagi dengan sikap dan ekspresi keagamaan “sebagian” umat Islam yang cenderung eksklusif dan seringkali menjustifikasi pemahaman keislaman-nyalah yang dianggap paling benar. Anasir-anasir itulah yang telah menebar, tidak hanya pertarungan antar ideologi keagamaan tetapi juga membuka secara lebar wacana terorisme di belahan dunia. Terutama dalam konteks global, pasca tumbangnya WTC di USA pada tahun 2001, terorisme yang mendapat dukungan dari gerakan radikalisme dan fundamentalisme agama kerap menjadi obyek dari tuduhan pelaku pengeboman. Tentu saja fenomena tersebut di satu sisi semakin memperkuat kecurigaan Barat terhadap dunia Islam, di sisi lain dapat dibantah banyak kalangan terutama internal Islam sendiri yang mengatakan bahwa tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Aksi teror di Indonesia sepanjang satu dasawarsa ini dapat telah terjadi pda tragedi JW Marriot bombing, Bali bombing I, Kuningan bombing, Bali bombing II, dan terakhir di hotel Ritz-Carlton Jakarta. Aksi teror ini tidak ubahnya merupakan opera dan orkestra vulgar dari sebuah proyek dehumanisasi global, total, syumul dan kaffah.
Mereka berani melakukan tindakan demikian karena Kelompok Islam radikal umumnya tidak memahami Islam secara utuh dan benar. Islam dipahami hanya secara sepotong-sepotong. Ciri khas kelompok radikal adalah menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya. Menurut mereka, teks harus dipahami sebagaimana adanya. Sebab, nalar manusia dinilai tidak akan mampu memberikan interpretasi yang tepat terhadap teks. Pola keberagamaan yang dikembangkan oleh mereka itu, meminjam bahasa Khaled Abou El Fadl (2003: 31), melalui pola pembacaan teks suci yang keluar dari konteks sejarah dan konteks moral. Teks suci lebih didekati atau dibaca secara literalistik, rigid, statis, dan tertutup. Akibatnya, mereka cenderung memberi legitimasi terhadap tindakan-tindakan destruktif tersebut, kendati tindakan itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara moral.Tidak jarang para pelaku teror tersebut melakukan semua itu untuk memenuhi tuntutan teologi yang mereka pahami. Islam seakan mengajarkan kepada para pengikutnya yang setia dan fanatik untuk melakukan tindakan-tindakan teror itu sebagai wujud dari keimanan. Doktrin teologi mereka bahkan mengklaim kebenaran bahwa Tuhan telah menyuruhnya untuk melakukan apa saja yang mungkin demi membela agama-Nya. Hal inilah yang membawa kita untuk terus berujar, jika mereka melakukan itu semua dengan atas nama membela Tuhan dan mengaplikasikan pesan Sang Rasul, maka hal ini merupakan penghinaan, pengkoyakan, pencabikan dan pendistorsian terhadap nilai suci teks agama.

Tuesday 2 July 2013

Sebuah Fakta Nilai-nilai Islam dan Peranannya Terhadap Peradaban Dunia


Judul Buku : Studi Islam Kontemporer
Penulis : M. Rikza Chamami, MSI
Cetakan Pertama : Desember 2012
Penerbit : Pustaka Rizki Putra
Bekerjasama Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Desain Cover : Abu Fadhel
Desain Isi : Miftakhul Arif
Tebal Buku : xii + 228 halaman
(X Bab)
Pereview Buku : Abdul Halim

Studi Islam sebenarnya merupakan kajian keilmuan yang telah lama. Ia ada bersama dengan adanya agama Islam. Studi Islam dalam pengertian ini adalah studi Islam secara praktek. Tetapi studi Islam sebagai Ilmu yang tersusun secara sistematis, ilmiyah, dan dibangun sebagai sebuah ilmu yang mandiri baru muncul dalam beberapa dekade belakangan.
Semangat ini tidak bersifat local tetapi global, membentang dari timur hingga kebarat. Kenyataan ini pada gilirannya mendorong minat ilmiyah terhadap agama. Pendekatan terhadap agama tidak lagi sebatas teologis, setudi perhubungan agama, atau sejarah agama-agama, tetapi telah meluas ke disiplin ilmu-ilmu humaniora lain. Dan tentunya mengkaji studi Islam memerlukan waktu yang lama.  Tidak hanya mengkaji studi Islam dalam waktu yang singkat yang hanya sebatas membuka lembaran-lembaran diawal sejarah masa lalu saja, namun mengkaji Islam memerlukan waktu yang lama dengan melalui berbagai pendekatan.
Agama pada kenyataannya menjadi wujud penghambaan kepada Tuhan dan menjadi penguat untuk hidup saling berdampingan. Agama juga menjadi alat untuk menganalisa realitas sosial yang dinamis. Kondisi inilah yang mendorong perlunya membuat konstruksi baru dalam memaknai studi Islam kontemporer. Dimana studi Islam dapat dilakukan dengan nalar teologis dengan perspektif yang beragam, baik normatif, historis, filosofis dan rasionalis.
M. Rikza Chamami, M S I mencoba memberikan wacana yang kiranya mampu menjadi alternatif wacana dan referensshi ketika kita hendak mengkaji persoalan Studi Islam dari masa-kemasa. Buku ini apik, membahas cukup medalam, baik persoalan flashback Islam dulu, serta juga Islam kekinian. Buku dengan judul “Studi Islam Kontemporer” yang ia terbitkan melalui Pustaka Rizki Putra dengan bekerjasama Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, membahas dan mendeskripsikan warna studi Islam dalam empat pola : Studi Peradaban Islam, Studi Filsafat, Studi Ruh Sumber Islam dan Studi Kawasan. Sebagaimana yang dipaparkan penulis dalam pengantarnya.
Buku ini terdapat X Bab. Bab-bab tersebut mempunyai titik pokok pembahsan yang berbeda-beda sehingga tidak ada pembahasan yang cenderung tumpang tindih.
Bab Pertama membahas terkait. Pasang Surut Kebangkitan Kebudayaan dan Keilmuan : Potret Disintegrasi Abbasiyah.
            Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al - Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Yang berpusat di Baghdad memiliki karakter kebijakan yangdihasilkan dengan mendapat stempel Agama. Namun kejayaan ini mulai sirna ketika ada gerkan-gerakan yang mengarah pada Disintegrasi. Namun meskipun demikian, dinasti cukup menyumbang pemikiran dan keilmuan yang banyak.
Bab Kedua ini membahas terkait. Kajian Kritis Dialektika Fenomenologi dan Islam
            Karakteristik kajian fenomenologi dalam agama yaitu sebagai religiusitas (keberagamaan) yang bersifat universal, tidak terbatas, dan trans-historis. Dialektika kritis fenomenologi mengalami krisis ilmu sebagai permasalahan hubungan plantonis antara teori murni dengan praktis kehidupan, dan juga sebagai titik tolak permasalahan di Barat. Islam dari aspek fenomenologi menggunakan tata pikir logika lebih dari kausal linier dan bertujuan membangun ilmu idiografik.
Bab Ketiga membahas terkait. Filsafat Materialisme Karl Mark dan Friedrick Engels
Filsafat seringkali disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan akhir serta makna terdalam dari realita manusia. Sebagaimana Marx menganggap bahwa materi adalah hal yang utama, sementara pikiran-wilayah konsep dan ide yang begitu penting bagi para pemikir-sebenarnya hanya refleksi. Untuk filsafat Marx dan Engels yang sama-sama menggagas filsafat materialisme Dialektis (dengan metode dialektika) dan filsafat materialisme historis (memusatkan pemikiran pada sejarah) yang berkiblat pada Hegel secara kritis dengan melakukan rekonstruksi.
Bab Keempat membahas terkait. Skeptisisme Otentitas Hadits : Kritik Orientalis Ignaz Goldziher
            Keraguan dan kegamangan apar tokoh dalam menyikapi banyaknya hadits yang tersebar kepada umat Islam, makin membuat pandangan Umat Islam berfriksi-friksi. Goldziher adalah seorang orientalis ahli tafsir dan hadits yang berasal dari Hongaria berkebangsaan Jerman yang masih mengakui bahwa hadits sebagai sumber ajaran Islam. Dalam rangka membuat kritik hadits , Goldziher masih memilah antara hadits dan sunnah. Ia menyatakan bahwa hadits bermakna suatu disiplin ilmu teoritis dan sunnah adalah kopendium aturan-aturan praksis.
Bab Kelima ini membahas terkait. Telaah Sosio-Kultural : Manhaj Ahlul Madinah
            Hukum Islam dianggap sebagai hukum yang sakral oleh orang-orang Islam, yang mencakup tugas-tugas agama yang datang dari Allah dan diwajibkan kepada semua umat Islam dan semua aspek kehidupan mereka. Namun apada hal ini, mulai muncul Ulama’ yang mengkahi Hukum tersebut yang dihadapkan pada kontekstualisasi kehidupan di Masyarakat. Madzhab-madzhab yang dikenal sebagai ahlul hadits adalah madzhab asy-Syafi’i madzhab Hambali, dan madzhab Maliki. Imam Syafi’i memperkenalkan suatu pola penalaran dan metode pengolahan hukum yang utuh dan sistematis yang kemudian dikenal sebagai ushul Fiqh. Sedangkan ijtihad yang dilakukan ahlul Ra’yi sangat berperan dalam penggalian dan penetapan hukum, baik terhadap hukum yang tersirat maupun yang tersembunyi yang diperkirakan hukumnya tidak ada .
Bab Keenam membahas terkait. Postmodernisme : Realitas Filsafat Kontemporer
            Postmodernisme dalam bidang filsafat bisa diartikan sebagai segala bentuk refleksi kritis atas paradigm-paradigma modern dan atas metafisika pada umumnya. Diskursus postmodernisme yang memang tampil mencolok dalam arsitektur, sastra, seni lukis, dan filsafat kontemporer.
Bab Ketujuh menggambarkan . Potret Metode dan Corak Tafsir Al- Azhar
            Tafsir Al-Azhar adalah salah satu tafsir karya warga Indonesia yaitu Prof. Hamka yang dirujuk atau dianut dari Tafsir Al- Manar karya Muhammad Abdu dan Rasyid Ridla. Prof Hamka adalah seorang pemikir muslim progresif dan tokoh Muhammadiyah yang rela berkorban dalam memperjuangkan Islam hingga beliau dipenjara. Namun masuknya dia ke penjara bukan menjadi hambatan dalam berkarya, justru di dalam sel kala itu beliau menyelesaikan penulisan Tafsir Al-Azhar. Metode yang dipakai oleh Prof. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar adalah metode analisis (tahlili) bergaya khas tertib mushaf. Kemudian untuk corak tafsir Al-Azhar menggunakan corak kombinasi al-Adabi al-Ijtima’i-Sufi (sosial kemasyarakatan).
Bab Kedelapan mendalami Diskursus Metode Hermeneutika Al – Qur’an
            Hermeneutika al-Qur’an merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran Islam. Diskursus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenal istilah al-tafsir, al-ta’wil, dan al-bayan. Istilah hermeneutika merupakan kosakata filsafat Barat yang digunakan oleh beberapa pemikir Muslim kontemporer dalam merumuskan metodologi baru penafsiran al-Qur’an dan diintroduksi secara definitif untuk menjelaskan metodologi penafsiran al-Qur’an yang lebih kontemporer dan sistematis.
Bab Kesembilan mulai menilik persolan Islam Indonesia yaitu Jawa dan Tradisi Islam Penafsiran Historiografi Jawa Mark R. Woodward
            Mark R. Woodward, seorang Profesor Islam dan Agama-agama Asia Tenggara di Arizona State University merupakan sosok yang sangat tegas menyatakan bahwa Islam Jawa adalah Islam, ia bukan Hindu atau Hindu-Budha, sebagaimana dituduhkan oleh Geertz dan sejarawan-antropolog lainnya. Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa Islam Jawa adalah unik, bukan karena ia mempertahankan aspek-aspek budaya dan agama pra-Islam, tetapi karena konsep sufi mengenai kewalian, jalan mistik dan kesempurnaan manusia diterapkan dalam formulasi suatu kultus keratin (imperial cult). Ciri Islam Jawa menurut Mark yaitu kecepatan dan kedalamannya mempenetrasi masyarakat Hindu-Budha yang paling maju (sophisticated). Sebagai contoh fenomena tradisi Jawa : karya sastra yang berpatronase dengan keraton seperti Serat Saloka Jiwa karya Ranggawarsita dan Serat Centhini karya Pakubuwono V dengan nilai-nilai sufisme, ritual Sekatenan dikorelasikan dengan rekonstruksi sejarah Islamisasi Jawa, ajaran-ajaran Islam dalam pewayangan, dan penekanan bentuk keberagaman yang mengedepankan kesalehan praksis pada masyarakat Jawa.
Bab Kesepuluh mulai mencoba flashback terhadap persoalan. Reinterpretasi Profil Peradaban Islam
            Peradaban Islam dari Damaskus, Kordova, dan Tunisia, selama beberapa abad lamanya mampu mengguratkan tinta emas kebesaran peradaban dan kebudayaan umat manusia yang begitu gemilang. Pelajaran bagi kita adalah Islam dalam berbagai perwujudannya selalu menampilkan mentalitas masyarakat pada zamannya. Apabila masyarakat Islam tidak dalam posisi marjinal dan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, maka mereka akan mampu menampilkan wajah Islam yang terbuka, progresif kosmopolit, dan berkarakter liberal. Dan apabila posisi masyarakat muslim terpuruk dan tertekan, maka yang menonjol justru karakter masyarakat Islam yang paranoid, eksklusif, reaktif, tertutup, anti dialog dan cenderung menggunakan bahasa kekerasan karena rasa putus asa yang mendalam. Maka dari itu, kini saatnya untuk menentukan dan mengonstruksi peradaban Islam mendatang. Kondisi mentalitas masyarakat muslim akan memberi andil sangat besar untuk melahirkan wajah Islam masa mendatang.
Meskipun ditulis oleh kalangan akademisi namun buku ini sangat menarik dan tidak membosankan. Cara penyampaian yang sistematis dan ilmiah membuat buku ini mudah dicerna oleh kalangan pembaca dari kalangan universitas, praktisi sejarah maupun orang awam. Dalam buku ini juga dipaparkan mengenai peta politik, perkembangan keilmuan.
Buku yang merupakan terbitan hasil kerjasama antara Pustaka Rizki Putra dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang ini dapat mengisi kekosongan kepustakaan kita mengenai kaitan Studi Islam dan Pemahaman mengenai Perdaban Islam berikut keilmuwannya. Pastikan Kita tidak terlewatkan untuk membacanya.