SYARI’AH MUAMALAH
Oleh :
Ina Relawati, Ubaidillah, Zubaidah, Abdul Halim, Wirda Taqiya
I. PENDAHULUAN
Banyak Ulama yang memebagi struktur agama Islam meliputi : Iman, Islam, dan Ihsan. Pendapat mereka berdasar pada sebuah hadits Rasul yang menceritakan pada suatu hari nabi ketika duduk-duduk dimasjid bersama para sahabat, ditemui seorang tamu yang tidak diketahui dari mana asalnya, dan tamu tersebut bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Imna, Islam, dan Ihsan. Setelah semua dijawab oleh Rasul, kemudian tamu tersebut membenarkannya dan pergi. Para sahabat heran tentang hal itu, kemudian mereka menanyakannya kepada Rasulullah SAW. Oleh beliau dijawab bahwa tadi adalah malaikat jibril yang mengajarkan kepada kita tentang Iman, Islam, dan Ihsan.[1]
Struktur tersebut memeang berdasar hadits, namun mengingat cakupan agama islam sangat luas dan iniversal, maka ada pendapat lain yang membagi struktur Agama Islam meliputi: Aqidah, Syariah, dan Akhlak. Ini lebih memadai serta dapat mencerminkan keuniversalan ajaran Islam.[2]
II. RUMUSAN MASALAH
Dari pendahuluan diatas maka dapat dirumuskan permasalahannya, meliputi:
a. Pengertian Syari’ah Muamalah
b. Penjelasan tentang mu’amalah, ekonomi Islam, Siyasah, Peradilan Islam dan Hukum Pidana Islam
c. Hubungan antara Syari’ah dan Aqidah
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Syari’ah Muamalah
Islam adalah agama generik yang memuat pesan universal (universal message) yang diturunkan Allah sejak zaman Adam as. Ajaran “Islam”, sebuah organized religion dan disampaikan melalui ajaran nabi Muhammad SAW, juga tidak terlepas dari pesan universal tersebut, yakni suatu ajaran yang memerintahkan ketundukan kepada Allah. Akan tetapi, selain pesan universal, Islam juga memuat cara-cara abagaimana melaksanakan pesan universal tersebut sebagaimana ditetapkan dalam wahyu al-Qur’an yang kemudian dijabarkan dalam sunnah Rasulullah. Dalam bahasa yang disederhanakan ketetapan al-Qur’an dan sunnah Rasulullah itu ibarat “Juklak” dan “Juknis” yang dalam bahsa agama disebut dengan syir’ah (al-Maidah:48) atau syari’ah (al-Jatsiyah: 18). Jadi syari’ah tidak lain dari seperangkat aturan yang ditetapkan oleh Allah melalui para Rasul-Nya dalam rangka melaksanakan pesan universal tersebut. Namun satu hal yang perlu diketahui bahwa meskipun pesan-Nya Universal, Allah tidak menetapkan cara yang sama dalam melaksanakan pesan tersebut.[3] Syari’ah berarti tatanan, perundang-undangan atau hukum : yaitu tata aturan yang mengatur pola hubungan manusia dengan Allah secara vertikal dan hubungan manusia dengan sesamanya secara horisontal. Kaidah Syariha yang mengatur secara khusus hubungan manusia dengan sesamanya secara horisontal disebut Muamalah.[4] Muamalah dalam pengertian umum adalah bagian dari Syari’ah yang mengatur hubungan manusia dengan yang selain Tuhan, sebagai imbangan Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah[5]. Jadi, Syari’ah Muamalah adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh Allah melalui para Rasul-Nya dalam rangka melaksanakan pesan universal agama Islam, khususnya dalam menjalani kehidupan atau pergaulan antara manusia dengan sesamanya secara Horisontal.
B. Penjelasan tentang Mu’amalah, Ekonomi Islam, Siyasah, Peradilan
Islam dan Hukum Pidana Islam
1. Mu’amalah
Dalam Islam ada pelbagai terminologi mu’amalah. Dalam pengertian umum Mu’amalah adalah bagian dari Syari’ah yang mengatur hubungan manusia dengan yang selain Tuhan, sebagai imbangan Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah. Dalam arti luas diartikan dengan al-din yang meliputi mu’amalah dengan Allah dan Mu’amalah dengan Makhluk.
Sebagaimana diketahui bahwa manuisa adalah makhluk tuhan yang mempunyai dua dimensi yaitu terdiri dari jasmani dan rohani. Mereka harus selalu mengadaklan hubungan dua arah , komunikasi vertikal (ibadah) dan komunikasi horisontal (mu’amalah) dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Hubungan atau komunikasi tersebut harus seimbang, tidak hanya sepihak. Jika terjadi kepincangan dalam berkomunikasi, maka akan terjadi kegoncangan dan kehinaan.
Firman Allah Surat Al-Imran:112 yang berbunyi, sebagai berikut[6]:
ôMt/ÎàÑ ãNÍkön=tã èp©9Ïe%!$# tûøïr& $tB (#þqàÿÉ)èO wÎ) 9@ö6pt¿2 z`ÏiB «!$# 9@ö6ymur z`ÏiB Ĩ$¨Y9$# râä!$t/ur 5=ÒtóÎ/ z`ÏiB «!$# ôMt/ÎàÑur ãNÍkön=tã èpuZs3ó¡yJø9$# 4 Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#qçR%x. tbrãàÿõ3t ÏM»t$t«Î/ «!$# tbqè=çGø)tur uä!$uÎ;/RF{$# ÎötóÎ/ 9d,ym 4 y7Ï9ºs $yJÎ/ (#q|Átã (#qçR%x.¨r tbrßtG÷èt ÇÊÊËÈ
Artinya: “ Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itudisebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.(QS. Al-Imran:112)
Hubungan horisontal ini sulit dilakukan, karena setiap orang dalam menjalin hubungan itu selalu membawa kepentingan masing-masing. Untuk itu perlu diletakkan prinsip-prinsip Mu’amalah ini. Dalam Islam adanya Mu’amalah itu harus berada dalam kerangka Syari’ah dan dilandasi Taqwa, baik dari segi niat, proses dan bentuknya. Mu’amalat itu hendaknya mengakibatkan terbentuknya suatu masyarakat tertentu, meningkatkan keserasian hubungan mereka dan mempertinggi mutu hidup, sehingga tercapai suasana yang diliputi ukhuwwah, mengetahui hak dan kewajiban masing-masing[7].
Aktivitas hubungan mua’malah baik dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesenian, olahraga dan sebagainya harus dijiwai dengan nilai-nilai Islam, sehingga semuanya membentuk akhlak al-karimah. Unit-unit mu’amlah ialah keluarga, sebagai unit terkecil. Keluarga dibentuk dengan institusi perkawinan. Secara terminologis, Perkawinan ialah “sebuah institusi hukum yang mengatur dan mensahkan hidup bersama antara pria dan wanita diikat dengan akad nikah (Ijab dan Qabul).
Mengingat perkawinan adalah ibadah, maka harus mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh agama. Seperti adanya muhrim (wanita yang haram dinikahi untuk selama-lamnya) yaitu keturunan, keluarga, sepersusuan, hubungan pernikahan seperti mertua, anak tiri dan sebagainya. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah terciptanya keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah (Keluarga bahagia yang diliputi cinta kasih).
Setelah seorang hidup berkeluarga, maka mereka tidak bisa terlepas dari kehidupan bermasyarakat, sebab hidup bermasyarakat merupakan tuntutan naluri dan tuntutan kebutuhan. Prinsip dasar kemasyarakatan dalam Islam diakui adanya persamaan, kemerdekaan (Agama, Politik, Ekonomi, dan Persaudaraan, Ukhuwwah). Masing-masing hidup bermuamalh itu, baik dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat tidak bisa terlepas dari adanya hak dan kewajiban[8].
2. Ekonomi Islam
Ekonomi dalam bahasa arab atau Islam disebut “IQTISTSAD”, arti daripada kata ini dapat diambil dari ayat al-Alqur’an yang berbunyi:
öqs9ur öNåk¨Xr& (#qãB$s%r& sp1uöqG9$# @ÅgUM}$#ur !$tBur tAÌRé& NÍkös9Î) `ÏiB öNÍkÍh5§ (#qè=2V{ `ÏB óOÎgÏ%öqsù `ÏBur ÏMøtrB OÎgÎ=ã_ör& 4 öNåk÷]ÏiB ×p¨Bé& ×oyÅÁtFø)B ( ×ÏVx.ur öNåk÷]ÏiB uä!$y $tB tbqè=yJ÷èt ÇÏÏÈ
Artinya: “Kalau Sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka[428]. diantara mereka ada golongan yang pertengahan[429]. dan Alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka”(QS.Al-Maidah:66)[9]
Maka dapat dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan “IQTISTSAD”di dalam Al-Qur’an adalah menggunakan rezeki yang ada disekitar kita dengan cara berhemat agar kita menjadi manusia yang baik dan tidak merusak nikmat apapun yang diberikan Oleh-Nya. Ekonomi mengadakan perseimbangan di dalam hidup, dalam perjalanan keuangan, didalam pembagian harta pusaka dan lainnya.
Maka ekonomi Islam pada pokoknya berdasarkan kejujuran, budi pekerti, kegiatan, serta ketelitian dan seterusnya untuk memenuhi arti pokok itu daripada ekonomi itu sendiri, sebab ekonomi islam adalah untuk kebahagiaan bersama dan Common Interest di dalam mencapai hidup lengkap yang sempurna. Dari itu ekonomi ini berhubungan langsung secara tuntas dengan seluruh bidang ilmu pengetahuan yang berguna dan bersifat manusiawi terutama yang mempunyai tali ikatan denagn soal masyarakat dan sosial serta politik dalam arti yang positif.
Menurut Ibnu Khaldun Ekonomi itu ialah “Kehidupan manusia dalam satu rupa dari satu keinginan untuk mendapatkan rezeki dan berusaha untuk mendapatkannya” seorang ahli bijaksana berkata , “ Kehidupan itu ialah kekuasaan, perdagangan, pertanian, dan perindustrian.
Ekonomi Islam adalah suatu Ilmu yang menyelidiki soal-soal pemenuhan keperluan jasmaniah manusia dalam arti mencari keuntungan atau mengadakan penghematan untuk kepentingan hidup. Atas dasar ini maka pengetahuan dan penyelidikan mengenai asas penghasilan (Produksi), Pembagian (Distribusi) dan pemakaian barang-barang serta kekayaan adalah sarana ekonomi, sebenarnya ekonomi tidak dibatasi oleh jalan ilmu yang tertentu, namun ia mencakup kebijaksanaan manusia dalam menjangkau soal hidup dan perjalanan hidupnya.
Islam mempunyai politik ekonomi sendiri, sebab Islam merupakan satu kelengkapan hidup untuk menyusun penghidupan dan kehidupan manusia Islam supaya tidak bersandar kepada pendapat manusiawi yang dipengaruhi oleh ambisi-ambisi tertentu.[10]
3. Siyasah
Jika yang dimaksud dengan siyasah ialah mengatur segenap urusan ummat, maka islam sangat menekankan pentingnya siyasah. Bahkan, Islam sangat mencela oarang-orang yang tidak mau tahu terhadap urusan ummat. Akan tetapi jika siyasah diartikan sebagai orientasi kekuasaan, maka sesungguhnya Islam memandang kekuasaan hanya sebagai sarana menyempurnakan pengabdian kepada Allah. Tetapi, Islam juga tidak pernah melepaskan diri dari masalah kekuasaan. Islam memandang kehidupan dunia sebagai ladang bagi kehidupan Akhirat. Kehidupan dunia harus diatur seapik mungkin sehingga manusia bisa mengabdi kepada Allah secara lebih sempurna. Tata kehidupan dunia tersebut harus senantiasa tegak diatas aturan-aturan Din. Konsep ini sering dianggap mewakili tujuan siyasah dalam Islam : Iqamatud din (Hirasatud Din) wa siyasatud dunya ( Menegakkan agama dan mengatur Urusan Dunia)[11].
4. Peradilan Islam
Peradilan merupakan salah satu pranata (Institution) dalam memenuhi hajad hidup masyarakat dalam penegakkan hukum dan keadilan, yang mengacu pada hukum yang berlaku. Peradilan agama dapat dirumuskan sebagai kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan. Yang dimaksud dengan kekuasaan negara adalah kekuasaan kehakiman, sedangkan yang dimaksud dengan perkara-perkara tertentu adalah perkara dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqoh yang dilaksanakan berdasarkan hukum Islam.
Berdasarkan pengertian peradilan, cakupan dan batasan Peradilan Agama meliputi komponen-komponen sebagai berikut[12]:
1. Kekuasaan Negara: kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan kekuasaan negara lain dan dari pihak luar.
2. Badan Peradilan Agama sebagai suatu penyelenggara kekuasaan kehakiman.
3. Prosedur berperkara di pengadilan yang mencakup jenis perkara hukum prosedur (hukum acara) dan produk-produknya (putusan dan penetapan).
4. Perkara-perkara yang mencakup variasi dan frekuensi sebarannya dalam berbagai pengadilan.
5. Orang-orang yang beragama Islam sebagai pihak yang berperkara (berselisih atau bersengketa) atau para pencari keadilan.
6. Hukum Islam sebagai hukum substansial yang dijadikan rujukan dalam proses peradilan.
7. penegak hukum dan keadilan sebagai tujuan.
Proses peradilan suatu mekanisme yang bersifat aktual dalam mewujudkan penegakan hukum dan keadilan yang mengacu kepada nilai-nilai yang dianut masyarakat.
Peradilan Agama dapat didefinisikan sebagai peradilan islam, dengan landasan-landasan sebagai berikut:
1. Landasan Teologis yang mencakup kekuasaan dan kehendak allah, berkenaan dengan penegakan hukum dan keadilan.
2. Landasan Historis yang menghubungkan mata rantai peradilan agama dengan Islam yang menurut pandangan Fuqaha dan Pakar Islam.
3. Landasan Yuridis yang mengacu pola dan konsisten dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
4. Landasan Sosiologis yang menunjukkan bahwa peradilan agama merupakan pokok Interaksi anatar elite Islam dengan Elite Nasional Lainnya.[13]
5. Hukum Pidana Islam
Hukum Pidana Islam tidak banyak dipahami secara benar dan mendalam oleh Masyarakat, bahkan oleh masyarakat Islam sendiri. Masyarakat awam hanya menangkap dan memeperoleh bahwa sanksi Hukum Pidana Islam, bila dilaksanakan kejam dan mengerikan. Mereka ahnya menggambarkan tentang betapa kejamnya sanksi hukum potong tangan terhadap pencuri, hukum rajam bagi orang yang berzina. Mereka tidak memahami tentang sistem hukum Islam dan sistem hukum Peradilan Islam serta eksekusi pelaksanaan sanksinya.[14]
Agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits mempunyai ketentuan-ketentuan hukum dalam berbagai bidang. Para Ulama menyusun kitab-kitab Fiqih yang memuat berbagai bidang hukum Islam. Para Umara membuat dan menetapkan rincian dan aturan pelaksanaannya yang disebut siyasah, al-Qur’an adalah sumber utama hukum Islam sekaligus sebagai adil utama Fiqh dan Siyasah. Kekuatan mengikat al-Qur’an sebagai sumber dan Dalil hukum-hukum Fiqh dan Siyasah terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia mematuhi Allah. Perintah mematuhi Allah berarti perintah mengikuti segala yang difirmankan oleh-Nya dalam al-Qur’an, termasuk masalah Mu’amalah siyasah (Kenegaraan) dan Hukum Pidana.
Al-Qur’an mencakup tiga bidang pokok ajaran, yaitu Aqidah, Syari’ah, dan akhlak. Dalam pelaksanaannya, ketiga macam ajaran ini perlu terjalin erat. Pelaksanaan hukum-hukum Syari’at harus didasarkan kepada Aqidah yang benar, disertai Akhlak yang tinggi dan mulia. Aqidah adalah fundamen dari pilar pertama dan terkuat serta puncak dari segala kegiatan pelaksanaan huku, termasuk mu’amalah Kenegaraan dan Hukum Pidana.
Ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung hukum-hukum Mu’amalah umumnya hanya meuat ketentuan-ketentuan secara umum, atau dalam bentuk garis besar, lebih-lebih masalah siyasah (Kenegaraan). Hal ini sangat memerlukan akal manusia untuk memerinci dan merumuskannya dalam gaya yang sesuai dengan bidangnya, misalnya gaya perumusan bidang politik dan bidang hukum. Di tengah masyarakat indonesia yang majemuk, penerapan hukum-hukum dalam al-Qur’an dan al-Hadits, khususnya dalam hukum pidana, agaknya tidak perlu terpaku pada rumusan legal formalnya yang tersurat dalam ayat-ayat yang diperlukan adalah pandangan yang luas dan luwes.
Hukum pidana Islam perlu menjadi sumber materi hukum pidana nasional, disamping sumber-sumber lainnya, seperti hukum adat dan hukum barat. Upaya mengakomodasi materi hukum pidana Islam merupakan bagian dari perjuangan membentuk hukum pidana nasional[15].
C. Hubungan antara Syari’ah dan Aqidah
Akidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri bahkan melebihinya. Akidah lebih mahal daripada segala sesuatu yang dimiliki manusia. Sesuatu yang terlanjur menjadi keyakinan sangat sulit ditinggalkan begitu saja oleh penganutnya walaupun keyakinan tersebut dalam bentuk takhayul atau khayalan sekalipun. Akidah yang sudah mendarah daging bagi pemiluknya tidak bisa dibeli atau ditukarkan dengan benda apapun. Akidah berarti hal-hal yang bertalian dengan kepercayaan, keimanan dan keyakinan, seperti percaya kepada Allah, Malaikat, wahyu, rasul-rasul, kitab-kitab, hari akhir dan sebagainya.
Semua Akidah Islam seperti juga halnya dengan semua hukum syara adalah berdasarkan kitab Allah dan Sunah Rasulullah. Islam itu akidah dan syari’ah nabi Muhammad SAW, menerima wahyu dari Allah SWT berupa Al-Qur’an Al-Karim yang menjadi sumber utama untuk mengetahui ajaran-ajaran pokok dan dasar dari agama Islam.
Dari Al-Qur’an dapat diketahui bahwa Islam mempunyai dua cabang pokok. Islam tiada akan diperoleh dan pengertian islam yang sebenarnya tiada akan diperoleh kecuali dua cabang itu benar-benar ada dan nyata serta bersemi dalam akal dan jiwa. Kedua cabang itu antara lain:
1. Akidah atau Kepercayaan
2. Syari’ah atau peraturan dan pelaksanaan
Akidah adalah bidang materi yang harus dipercayai terlebih dahulu sebelum yang lainnya dan hendaknya menurut ketetapan dan keterangan yang jelas dan tegas dari ayat al-Qur’an serta telah menjadi kesepakatan bagi kaum muslimin sejak penyiaran Islam dimulai.
Syari’ah adalah susunan peraturan dan ketentuan yang disyariatkan Allah dengan lengkap atau pokok-pokoknya saja supaya manusia mengguakannya dalam mengetahui hubungan dengan Allah, hubungan dengan saudara agama, hubungan dengan sesama manusia sertya hubungan dengan alam besar dan kehidupan. Akidah dan Syari’ah dalam sebutan al-Qur’an menyebutkan akidah dengan Iman dan Syari’ah dengan amal saleh.
Syari’ah dan Akidah memerlukan hubungan dan jalinan yang akidah menjadi pokok dan tenaga pendorong bagi syari’ah. Sedang Syari’ah adalah jawaban dan sambutan dari panggilan jiwa yang ditimbulkan oleh akidah. Maka dengan demikian orang yang beriman dan mempunyai akidah tetapi mengesampingkan syari’ah atau hanya mematuhi syari’ah tapi menjunjung akidah maka orang itu bukanlah muslim sejati dalam pandangan tuhan dan bukan pula berjalan di sepanjang hukum Islam menuju keselamatan dan kejayaan[16].
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Syari’ah Muamalah adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh Allah melalui para Rasul-Nya dalam rangka melaksanakan pesan universal agama Islam, khususnya dalam menjalani kehidupan atau pergaulan antara manusia dengan sesamanya secara Horisontal.
b. Mu’amalah adalah bagian dari Syari’ah yang mengatur hubungan manusia dengan yang selain Tuhan, sebagai imbangan Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah.
c. Ekonomi Islam adalah suatu Ilmu yang menyelidiki soal-soal pemenuhan keperluan jasmaniah manusia dalam arti mencari keuntungan atau mengadakan penghematan untuk kepentingan hidup.
d. Siyasah ialah mengatur segenap urusan ummat, maka islam sangat menekankan pentingnya siyasah.
e. Peradilan Islam merupakan salah satu pranata (Institution) dalam memenuhi hajad hidup masyarakat dalam penegakkan hukum dan keadilan, yang mengacu pada hukum yang berlaku (Islam).
f. Hukum pidana Islam perlu menjadi sumber materi hukum pidana nasional, disamping sumber-sumber lainnya, seperti hukum adat dan hukum barat. Upaya mengakomodasi materi hukum pidana Islam merupakan bagian dari perjuangan membentuk hukum pidana nasional.
g. Hubungan antara Syari’ah dan Aqidah adalah Aqidah mendorong lahirnya Syariah dan Syari’ah menanamkan Aqidah kedalam hati. Dari segi biologi, Aqidah diibaratkan sebagai akar, dan Syari’ah diibaratkan sebagai batang pohonnya.
V. PENUTUP
Demikianlah, yang dapat kami sampaikan semoga bermanfaat. Tak ada gading yang tak retak, mungkin dalam penyusunan masih banyak kesalahan, kami mohon ma’af, dan bagi pembaca yang hendak memberikan kritik yang konstruktif kami terima dengan lapang dada.
[1] Hadis Riwayat Muslim dalam bukunya, Miftah Ahmad Fathoni “ Pengantar Studi Islam”, ( Semarang: Gunung Jati, 2001), halaman 61
[2] Ibid.
[3] Abu Hafsin, “ Dari Universalitas Islam Menuju Pengembangan Fiqh Humanis”, dalam Andi Purwono, dkk (eds) “Kumpulan Pemikiran Lokakarya Sikap Keberagamaan dalam Memperkokoh Semangat Kebangsaan” (Semarang: UNWAHAS, 2008), halaman.95
[4] Miftah Ahmad Fathoni, Op Cit, halaman 64
[5] Amin Syukur, “Pengantar Studi Islam”, (Semarang: LEMBKOTA, 2006), halaman. 137
[6] Departemen Agama RI “ Al-Qur’an Digital” (2004)
[7] Amin Syukur, Op Cit, halaman 137
[8] Amin Syukur.Op Cit, halaman 138
[9] Departemen Agama RI, Lop Cit ( 2004)
[10] M.Fachrudin Fuad, “Ekonomi Islam”, ( Jakarta: Mutiara, 2002) halaman 25
[11] http;//menaraislam.com/content/view/73/40/
[12] Cik Hasan Bisri, “Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat indonesia”, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, !997) halaman 36-37
[13] Ibid., halaman 41
[14] Muhammad Amin Suma, “Pidana Islam di Indonesia, Peluang, Prospek, dan Tantangan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) halaman 15
[15] Ibid,halaman 217-219
[16] http://stie-wp.blogspot.com/2009/10/hubngan-antara-akidah-dan-syariah.
No comments:
Post a Comment